Taipei (ANTARA News) - Partai opisisi terbesar Taiwan, Partai Nasionalis (KMT), mengalahkan dengan telak Partai Progresif Demokrat (DPP) dengan kemenangan mayoritas lebih dari dua pertiga dalam pemilihan umum Sabtu, kemenangan yang menandai perubahan yang dramatis dalam politik Taiwan dan hubungan-hubungan lintas-selat China. Berdasarkan perhitungan menyeluruh, KMT meraih 81 kursi di 113 kursi parlemen satu kameral negara pulau itu, sedangkan DPP hanya menyabet 27 kursi - sangat jauh di bawah sasaran untuk mencapai 50 kursi, kata Komisi Pemilihan Umum Pusat. Sedangkan lima kursi sisanya diperebutkan oleh partai-partai kecil. Para pemilik suara Sabtu memberikan suara mereka secara serempak di seluruh negeri antara pukul 08:00 sampai 16:00, pada saat tempat-tempat pemungutan suara ditutup dan penghitungan dimulai. Sehubungan kekalahan partainya secara besar-besaran itu, Presiden Chen Shui-bian mengundurkan diri sebagai ketua DPP untuk bertanggungjawab atas apa yang dia sebut 'kekalahan terburuk DPP sejak partai itu didirikan.' Dengan pencapaian mayoritas dua pertiga suara, KMT akan bisa menguasai seluruh legislasi, membubarkan kabinet dan menghentikan presiden, yang sebenarnya tak tertandingi, di dalam sidang parlemen mendatang, yang dimulai 1 Februari. Kemenangan tersebut juga menentukan perkembangan baik bagi calon presiden KMT, Ma Ying-jeou ke depan dalam pemilihan presiden di negara pulau itu yang digelar pada 22 Maret. Ma bertarung ketat dengan kandidat presiden dari DPP, Frank Hsieh. Ma dan Ketua KMT Wu Poh-hsiung berjanji mengupayakan persatuan dan mengendalikan diri dari merusak status mayoritas dalam pernyataan mereka Sabtu. Kemenangan KMT juga menandai kehadiran hubungan-hubungan yang lebih baik dengan musuhnya, China, kata para pengamat. Seperti diketahui, menurut para pengamat partai oposisi kurang memberikan perhatian terhadap penyatuan dengan China, dan lebih memusatkan kekuatan pada pelaksanaan rencana-rencana meningkatkan hubungan-hubungan bisnis dengan Beijing. Hubungan-hubungan Taipei dengan Beijing kian terkendala dalam tahun-tahun terakhir ini, pada saat DPP mendesakkan peresmian kedaulatan dalam menghadapi klaim-klaim China atas pulau itu. China menganggap Taiwan sebagai satu provinsinya yang berusaha memisahkan diri dan harus bersatu kembali dengan daratan, jika perlu dengan kekerasan. Para analis mengaitkan kekalahan DPP yang ditunjukkan Sabtu dengan berbagai skandal korupsi dan kurang giatnya pertumbuhan ekonomi. Isteri Chen dan menantu lelakinya saat ini menghadapi pengadilan atas tuduhan korupsi dan kecurangan di bidang perdagangan. Keduanya adalah pejabat penting DPP, termasuk Wakil Presiden Annette Lu, yang pada September lalu dituduh menggelapkan uang negara. Fakta bahwa DPP hanya meraih 37 persen dari suara perwakilan proporsional, yang dianggap sebagai suara kepercayaan terhadap partai, selanjutnya mengisyaratkan bahwa Hsieh kehilangan tiket. KMT meraih kemenangan 51 persen dari suara perwakilan proporsional. Sementara itu, para pemilih Sabtu mencerca dua referendum yang gagal menghimpun suara yang cukup sah. Seseorang, yang disponsori oleh DPP, menanyakan kepada para pemilih apakah mereka menginginkan pemerintah menyita aset-aset KMT yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Seseorang lainnya, yang disponsori oleh KMT, meminta kepada para pemilih untuk memperkuat parlemen guna menyelidiki dan mengadili pejabat-pejabat tinggi kabinet yang korupsi. Menutut komisi pemilu, 58,5 persen pemilik suara menggunakan haknya, dibandingkan 59 persen pada pemilihan umum 2004 yang lalu. Chen sebelumnya mundur sebagai ketua partai pada 2005 setelah DPP mengalami kekalahan yang sama. Chen menjabat sebagai presiden sejak tahun 2000 dan gagal meraih jabatan ketiga karena kendala undang-undang setelah masabaktinya diperpanjang Mei, demikian laporan Kyodo. (*)

Copyright © ANTARA 2008