Jakarta (ANTARA News) - Mabes TNI Angkatan Udara (TNI-AU) mendesak PT Dirgantara Indonesia (DI) agar segera menyelesaikan pengadaan tujuh helikopter Super Puma sesuai kontrak yang disepakati pada 1996. "Kami ingin segera selesai, terutama untuk Super Puma ketujuh dan kedelapan. Selain sudah terlalu lama, Super Puma ini juga kita butuhkan untuk mendukung tugas-tugas TNI AU," kata Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Madya TNI Subandrio kepada ANTARA di Jakarta, Selasa. Ditemui usai memimpin serah terima jabatan Komandan Komando Pendidikan Angkatan Udara (Kodikau) dari Marsekal Muda TNI Wardjoko kepada Marsekal Pertama TNI Dradjad Rahardjo, Subandrio mengatakan pihaknya telah beberapa kali meminta PT DI untuk segera menuntaskan pengadaan 16 helikopter Super Puma. "Namun, sudah hampir 10 tahun baru selesai tujuh. Jadi, kami ingin PT DI lebih cepat lagi pengadaannya terutama untuk dua helikopter selanjutnya," ujarnya, menegaskan. Subandrio menambahkan, saat ini PT DI telah menyelesaikan `air frame` atau badan helikopter yang tersisa, namun belum dilengkapi dengan segala perlengkapan avionik dan lainnya. TNI AU telah mengikat kontrak pengadaan perbaikan alutsista dengan PT DI antara lain pengadaan 16 helikopter Super Puma NAS-332 dengan kontrak Nomor KJB/010/DN/M/1998 tanggal 9 Pebruari 1998 dan pengadaan tiga pesawat CN-235 MPA dengan kontrak Nomor KJB/009/DN /M/1996 tanggal 22 Juni 1996. Dibandingkan Twin Pac, Super Puma memiliki sejumlah keunggulan, yakni mesin yang lebih tangguh Turbomeca Makila (TM) IA1 yang berkekuatan 1.877 PK. Selain kekuatannya lebih besar, pilihan atas TM IA 1 juga didasarkan atas konsumsi bahan bakar yang lebih hemat. Di Perancis, Super Puma sendiri diproduksi dalam beberapa tipe dengan kode versi militer yang kemudian diubah jadi AS-532 bernama Cougar. Dari sekian tipe ini, PT DI hanya mengantungi lisensi untuk tipe AS-332C1 dan AS-332L1 (versi stretch, lebih panjang 76 sentimeter). Pada kesempatan terpisah, Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono mengemukakan pengkajian lebih dalam perlu dilakukan atas teknologi yang akan dipasangkan pada Super Puma pesanan TNI AU itu. "Itu kontrak kan sudah lama, sehingga perlu ada penyesuaian terhadap kebutuhan spesifikasi teknik yang diperlukan TNI AU sebagai pengguna. Kalau itu sudah dapat dipenuhi, maka PT DI harus segera menyelesaikannya," ujarnya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008