Brisbane (ANTARA News) - Menteri Imigrasi dan Kewarganegaraan Australia, Senator Chris Evans, bertolak ke Indonesia hari Rabu (16/1) untuk bertemu Menteri Hukum dan HAM, Andi Mattalatta, guna membicarakan berbagai isu keimigrasian, termasuk penanganan keamanan perbatasan dan penyelundupan manusia. Dalam pernyataan persnya, Selasa, Evans mengatakan, kunjungannya itu dimaksudkan untuk mendukung terciptanya pemahaman akan pandangan Pemerintah Australia serta memperbaharui dan mengintensifkan komitmen kerja sama Canberra dengan Indonesia. "Indonesia merupakan mitra kunci Australia dan kami bertekad untuk menjalin kerja sama erat untuk merespons isu-isu yang menyangkut kepentingan bersama," katanya. Australia, lanjut Evans, mengakui peran sangat penting Indonesia dalam keamanan perbatasan kawasan maupun mencegah pergerakan kapal-kapal ilegal yang diorganisir para penyelundup manusia. Kedua pihak, katanya, akan mengembangkan sistem peringatan pergerakan canggih yang akan meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mengidentifikasi para sasaran, seperti teroris dan para pelaku kejahatan dan penyelundupan manusia. "Manfaat utama dari kerja sama yang erat dengan Indonesia adalah keamanan perbatasan yang semakin baik bagi kedua negara," katanya. Proyek-proyek kerja sama seperti ini akan membantu menciptakan lalu lintas perjalanan di kawasan yang semakin aman, kata Evans. Selain bertemu Andi Mattalatta, dalam kunjungannya ke Jakarta itu, ia juga dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda, sejumlah anggota Komisi I DPR-RI, serta pejabat Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR). Dalam penerbangannya ke Jakarta itu, Evans mengatakan, ia akan berhenti di Pulau Christmas guna melihat gedung pusat penahanan imigrasi (IDC) yang sedang dibangun. Gedung IDC yang mampu menampung sedikitnya 400 orang itu nantinya dimaksudkan untuk menjadi tempat pemerosesan para pendatang haram di tengah rencana Pemerintah Australia untuk menghapus apa yang disebut "strategi Pasifik", katanya. Sebanyak 16 orang, termasuk 10 orang anak-anak, dari tiga keluarga nelayan Indonesia asal Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, sempat ditahan di Pulau Christmas selama beberapa minggu sebelum akhirnya dipulangkan ke Indonesia 15 Desember 2007 lalu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008