Tokyo (ANTARA News) - Pengadilan Negeri Chiba, Jepang, Senin, kembali menggelar kasus perdagangan manusia yang melibatkan warga negara Indonesia, kali ini dua warga yang diduga kuat sebagai otak pelaku "human trafficking", setelah sebelumnya tiga WNI yang menjadi korban. Peradilan berlangsung dua kali secara terpisah, yang masing-masing menghadirkan Carrand Christo Tangka, didakwa sebagai "pelaku utama", dan Rosita Yulia Patricia Rembeth. Proses persidangan juga disaksikan oleh aparat KBRI Tokyo yang khusus datang untuk menyaksikan jalannya persidangan tersebut. Pejabat yang hadir di antaranya Atase Imigrasi Mirza Iskandar dan Kepala Konsuler Amir Radjab Harahap. Persidangan pertama berlangsung Senin pagi, menyidangkan Carrand Christo Tangka (39), yang sehari-hari berprofesi sebagai pramugara Garuda Indonesia. Sedangkan pengadilan terhadap Rosita Yulia Patricia Rembeth baru dilakukan pada sore harinya. Dalam sidangnya, Tangka didampingi oleh pengacara yang ditunjuk pemerintah Jepang, yakni Mamoru Nozaki, dari kantor pengacara setempat. Sedangkan Rosita Rembeth juga didampingi pengacaranya Akira Kitamura. Persidangan pertama berlangsung singkat, dan hanya mendengarkan keterangan dari terdakwa mengenai pelanggaran yang dilakukannya. Sedangkan proses hukum terhadap Rembeth berlangsung sekitar satu setengah jam dengan proses yang sama. Setelah itu, persidangan terhadap keduanya akan dilanjutkan kembali pada 4 Februari mendatang untuk mendengarkan dakwaan jaksa. Kedua terdakwa ditangkap aparat imigrasi bandara Narita, pada awal September lalu, saat keduanya memasuki Jepang. Tangka dan Rembeth tertangkap bersama tiga warga Indonesia lainnya. Lima warga Indonesia itu kemudian diserahkan ke polisi untuk diproses hukum. Setelah melalui proses persidangan, tiga di antaranya kemudian diketahui sebagai korban dan berada dalam tahanan imigrasi Tokyo, untuk selanjutnya dipulangkan (dideportasi) dengan biaya Biro Imigrasi Tokyo pada Desember 2007. Sedangkan Tangka dan Rosita diketahui saling kenal dan saling membantu dalam pengurusan paspor maupun visa diproses dalam persidangan setelah ketiganya. Amir Radjab Harahap yang ditemui ANTARA News setelah persidangan mengatakan kedatangannya untuk memastikan bahwa WNI betul-betul mendapat bantuan hukum yang semestinya, meski ia diketahui didakwa bersalah. Kalau persidangan Tangka berlangsung singkat, maka persidangan Rosita Yulia Patricia Rembeth berlangsung selama hampir satu setengah jam. Rosita yang mengenakan jaket warna abu-abu dan celana panjang untuk berolahraga warna cokelat itu memasuki ruang sidang yang berukuran 10x7 meter dengan tangan diborgol dan dikawal oleh dua polisi, salah seorang merupakan polisi wanita. Begitu persidangan dimulai, Rosita yang sudah tegang sejak awal, langsung terisak menangis dan kerap menutupi mulutnya agar tidak menjadi tangisan panjang. Dalam persidangan ia menyatakan menolak menerima uang dan hanya menerima tiket gratis untuk pergi ke Jepang dari Tangka. Ibu yang berusia 50 tahu itu, juga beberapa kali mengakui dirinya bodoh dan bersalah, karena mau membantu Tangka. Tudingan juga diarahkan kepada dirinya yang mengijinkan Tangka menggunakan paspor atas nama anaknya untuk kepentingan orang lain. "Saya salah pak hakim, saya juga bodoh," kata Rosita terisak-isak. Rosita sendiri sudah bekerja selama 30 tahun di Kedubes Jepang di Jakarta, dan dalam persidangan juga diungkapkan sejumlah nama, seperti pejabat visa di kedubes Jepang di Jakarta serta nama pegawai imigrasi tempat ia dibuatkan paspornya oleh Tangka.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008