Jenewa (ANTARA News) - Pemimpin Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) mengutuk situasi menyedihkan di Jalur Gaza, Senin, dan menyampaikan keprihatinannya mengenai dampaknya pada kesehatan masyarakat. Dr. Margaret Chan mengatakan penyebaran penyakit menular hanyalah salah satu masalah yang dihadapi oleh 1,5 juta warga. "Gangguaan berlanjutnya layanan dasar merenggut banyak korban manusia yang memerlukan perawatan darurat dan mereka yang menderita akibat kondisi seperti kanker, serangan jantung dan diabetes," katanya. Ia berpidato kepada anggota badan pelaksana WHO yang bertemu di Jenewa sehari setelah blokade bahan bakar oleh Israel memaksa penutupan satu-satunya pembangkit listrik Ahad malam, sehingga banyak bagian Jalur Gaza berada dalam kegelapan karena tak ada listrik. Peringatan oleh masyarakat internasional mengenai bencana kemanusiaan di tengah kekurangan bahan bakar dan makanan di Jalur Gaza telah meningkat sebagai reaksi atas situasi yang bertambah buruk. Para pejabat di Jalur Gaza telah memperingatkan bahwa rumah sakit beroperasi dengan menggunakan generator darurat yang digerakkan mesin diesel, yang akan segera kehabisan bahan bakar. Sementara itu di ibukota Jordania, Amman, ribuan warga Jordania, Senin, memprotes pada hari kedua berturut-turut blokade Israel atas Jalur Gaza dan mendesak pemerintah negeri tersebut agar memutuskan hubungan dengan negara Yahudi itu. Demonstrasi tersebut dimulai di luar markas Front Aksi Islam (IAF), partai politik terbesar di Jordania dan berakhir di parlemen negeri itu. Para pengunjuk-rasa membawa spanduk dan meneriakkan slogan yang mendesak Jordania memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel dan menyeru Pemerintah Otonomi Palestina agar memboikot perundingan perdamaian dengan Israel sampai negara Yahudi tersebut membuka kembali pos penyeberangan dengan Jalur Gaza dan melanjutkan pasokan bahan bakar ke wilayah miskin itu. Pemrotes juga mengecam "kebungkaman Arab" mengenai berbagai kejadian di Jalur Gaza dan mendesak Mesir agar menghentikan pasokan minyak untuk Israel sampai Tel Aviv menghentikan pengepungan atas Jalur Gaza. Ketika berpidato pada pertemuan terbuka tersebut, Sekretaris Jenderal IAF Zaki Bani Erashid menuduh pemerintah Arab "bersekongkol dengan musuh Zionis". Setidaknya tiga unjuk-rasa dilancarkan di kamp pengungsi Palestina di Amman dan Zarqa, Ahad malam, menyusul laporan mengenai pemutusan arus listrik dari Jalur Gaza setelah generator utama tak jalan lagi akibat kehabisan bahan bakar. Pengepungan total atas Jalur Gaza oleh Israel memasuki hari keempat Senin, sehingga membuat satu-satunya pembangkit listrik di wilayah itu dipaksa tutup dan membuat lebih separuh dari 1,5 juta warganya tak memperoleh listrik untuk menghangatkan tubuh, memasak atau menyalakan lampu. Keperluan dasar masih ada, tapi terancan akan habis dalam beberapa hari, dan para pejabat memperingatkan bahwa rumah sakit beroperasi dengan menggunakan generator darurat --yang juga akan segera mogok. Tetapi, Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, yang membangkang, meskipun mengatakan Israel akan mencabut blokade "guna mencegah bencana kemanusiaan", berikrar Israel takkan membiarkan orang Palestina di Jalur Gaza menjalani hidup yang nyaman, normal, selama orang Israel di Sderot dan kota kecil lain di dekat Jalur Gaza hidup dalam ketakutan akibat serangan roket setiap hari. Israel menutup kebanyakan perbatasannya dengan Jalur Gaza, setelah Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS) menangkap seorang prajurit Israel --yang masih ditawan-- dalam serangan lintas perbatasan 18 bulan lalu. Israel kian memperketat blokadenya atas Jalur Gaza pada Juni, ketika HAMAS menguasai Jalur itu dari pasukan keamanan yang setia pada faksi Presiden Mahmoud Abbas, yang moderat, Fatah. Namun pada Jumat, Israel juga menutup perbatasannya Nahal Oz, yang sebelumnya tetap dibuka untuk pengiriman kebutuhan dasar, termasuk produk makanan penting, obat dan bahan bakar. Penutupan total tersebut adalah reaksi atas penembakan sebanyak 165 roket rakitan dari Jalur Gaza serta 75 mortir ke Sderot dan permukiman lain Israel di dekat Jalur Gaza sejak Kamis lalu. Akibat adalah satu-satunya pembangkit listrik di Jalur Gaza, yang beroperasi dengan menggunakan diesel, ditutup Ahad malam, sehingga Kota Gaza dan sekitarnya --yang dipasok oleh instalasi itu-- berada dalam kegelapan. Rafik Maliha, pemimpin instalasi tersebut, mengatakan itu berarti sebanyak 800.000 warga Jalur Gaza tak memiliki penghangat dan terpaksa menggunakan lilin untuk memperoleh cahaya. Menurut Pusat Palestina bagi Hak Asasi Manusia (PCHR), pembangkit tersebut memasok sebanyak 65 megawatt, atau 30 persen, dari 230-250 megawatt seluruh konsumsi harian dalam kapasitas penuh. Dr. Khalil Nalah, dokter di Unit Perawatan Intensif di rumah sakit utama di Jalur Gaza, Shiffa, memperingatkan rumah sakit tempatnya bekerja beroperasi dengan mengandalkan generator darurat --yang menggunakan 4.000 lieter bahan bakar diesel per hari dan yang setelah empat hari akan kehabisan bahan bakar. Ia menyampaikan keprihatinan bahwa generator tersebut akan berhenti beroperasi "setiap waktu", dan memperingatkan bahwa kalau itu terjadi, 21 pasiennya di ruang perawatan intensif akan berada menghadapi kematian karena mereka semua menggunakan alat pernafasan, demikian DPA.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008