Jakarta (ANTARA News) - Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam dua pekan ini sepertinya tanpa dasar, dan bahkan sulit diprediksi sampai kapan tren penurunan tersebut akan berlangsung. Sejak membuat rekor tertinggi sepanjang masa pada 9 Januari 2008 di posisi 2.830,262, tampaknya IHSG BEI mengalami titik balik untuk bergerak turun hingga level 2.294,524, yang merupakan level terendah sejak 21 September 2007 yang berada di 2.299,590. Selama perdagangan 9 Januari hingga 22 Januari 2008, IHSG turun sebesar 535,738 poin atau 18,93 persen dan selama itu hanya mengalami kenaikan sekali pada 17 Januari 2008 dan selanjutnya bergerak turun tajam. Bahkan IHSG mengalami penurunan terbesar dalam satu hari pada Selasa (22/1) sebesar 7,70 persen dalam lima tahun terakhir setelah bom Bali 2002, di mana IHSG turun sebesar 10 persen. Pada perdagangan Selasa, IHSG ditutup turun tajam 191,355 poin berada di 2.294,524 yang merupakan level terendah sejak 21 September 2007 yang berada di 2.299,590. Direktur PT Asia Kapitalindo Sekuritas, Harry Kurniawan, kepada ANTARA, mengatakan penurunan indeks BEI karena kekhawatiran akan melemahnya pertumbuhan perekonomian dunia, berdampak negatif terhadap arah bursa regional dan BEI. Menurut Harry, kondisi perekonomian AS saar ini memang mengkhawatirkan bagi investor asing yang berhadapan langsung dengan situasi ini, sehingga mereka melakukan aksi realisasi keuntungan secara besar-besaran. "Ini murni sentimen pasar saja, dan memang wajar dengan kenaikan indeks yang sudah cukup besar banyak pelaku pasar memanfaatkan momen ini untuk melakukan `rebalancing portfolio`(penyeimbangan kembali portofolionya, red)," katanya. Dia berharap, pelaku pasar Indonesia tidak terlalu panik, karena perekonomian Indonesia jauh dari resesi. "Untuk ke resesi kita masih jauh... dan sebenarnya hubungan perekonomian Indonesia dengan AS kecil, sehingga kita tidak perlu panik. Mereka (investor asing) melakukan pembobotan ulang dan jangan khawatir resesi," ujarnya menambahkan. Pasar-pasar global yang sebagian besar turun karena kekhawatiran ekonomi AS akan tergelincir ke dalam sebuah resesi telah berkembang memicu kecemasan terhadap ekonomi global. Kondisi ini juga ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, bahwa rontoknya IHSG merupakan gejala global yang terjadi di seluruh bagian dunia. "Seluruh dunia juga rontok. Kita lihat dulu deh perkembangan selanjutnya, kalau setiap hari saya komentar nanti malah turun lagi," kata Sri Mulyani. Menkeu menyatakan hal itu usai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Menko Perekonomian Jakarta, Senin malam, membahas evaluasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2007. Menkeu mencontohkan IHSG di negara-negara yang pertumbuhannya pesat saat ini juga anjlok seperti yang terjadi di India. "Di India anjlok lebih besar lagi mencapai tujuh persen, seluruh dunia juga rontok," katanya. Sebelumnya, Menkeu menyebutkan, kondisi perekonomian dan situasi masyarakat seluruh dunia saat ini sedang menghadapi turbulensi. Pada Selasa ini, bursa di kawasan Asia Pasifik berguguran akibat meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar terhadap perekonomian AS yang akan berujung pada resesi di AS dan pelambatan perekonomian global. Pasar saham Australia pada perdagangan Selasa ini juga mengalami keterpurukan terburuk sejak terjadinya insiden serangan teroris 11 September 2001 di mana saham-saham lokal jatuh 7,3 persen menyusul kerugian besar yang dialami berbagai bursa saham Asia dan Eropa. Posisi Bursa Saham Australia (ASX) 200 jatuh 394 poin ke 5.187, sedangkan pasar saham lokal telah merugi lebih dari 20 persen sejak November 2007, demikian laporan ABC. Bursa Taiwan ditutup turun 6,51 persen, Selasa, karena para investor mengikuti pasar-pasar global yang didahului oleh jatuhnya pasar Eropa Senin malam dan berlanjutnya aksi jual di pasar regional, sehingga indeks tertekan hingga ditutup turun 528,24 poin pada 7.581,96. Bursa Tokyo juga mengalami penurunan tajam sebesar 5,65 persen, untuk berada di posisi terendah sejak 28 bulan terakhir. Penurunan indeks di bursa Tokyo ini juga disebabkan oleh menguatnya nilai tukar yen terhadap dolar AS yang membuat produk ekspor Jepang kurang kompetitif di pasar global. Indeks utama Nikkei-225 ditutup turun 752,89 poin pada 12.573,05, ditutup di bawah level psikologis 13.000-poin untuk pertama kalinya sejak September 2005, sedangkan indeks Topix dari seluruh saham papan utama ditutup turun 73,79 poin atau 5,70 persen pada 1.219,95. Bursa China juga mengalami penurunan tajam, bahkan penurunan terbesar dalam satu hari sejak 4 Juni tahun lalu, di mana indeks utama Shanghai Composite turun 354,68 poin menjadi 4.559,75. Bursa kawasan China lainnya, Bursa Hongkong juga mengalami penurunan tajam, yakni indeks Hang melemah 2.061,22 poin atau 8,65 persen menjadi 21.757,63. Bahkan bursa kawasan ASEAN juga mengalami penurunan, seperti bursa Thailand dengan indeks komposite (SET) turun 24,99 poin menjadi 741.54, bursa Malaysia dengan Kualalumpur indeks terkoreksi 54,12 poin (3,84 persen) ke posisi 1.354,48 dan Bursa Singapura dengan indeks Straits Time terpuruk 50,59 poin (1,73 persen) di 2.866,55. Anjloknya bursa kawasan Asia ini cenderung sejajar dengan arah pergerakan IHSG BEI. Pemerintah Tak Intervensi Melihat kondisi pasar saham yang terus mengalami penurunan, Menteri Koordinator Perekonomian Boediono mengatakan pemerintah tetap waspada terhadap dampak anjloknya pasar modal di hampir seluruh dunia, namun tidak melakukan intervensi terhadap pasar. "Kita nggak menskors bursa beberapa hari ini, ya toh?, di Mumbai, di Korea, diskors beberapa waktu, tapi kita lihat di Indonesia proses pasar berjalan dengan baik," katanya di Jakarta, Selasa. Budiono mengatakan anjloknya pasar modal saat ini dipengaruhi oleh situasi global dan ia melihat tingkat perubahan pasar modal di Indonesia masih dalam kisaran normal. Burhanuddin juga masih optimistis, walaupun pasar saat ini masih dalam suasana yang berubah cukup cepat. "Dalam beberapa hal masih menggantungkan optimisme, pasar SUN kita masih `relatively double` bahkan naik, bahkan SBI kita masih `relatively stable`," katanya. (*)

Oleh Oleh Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2008