Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini belum bisa memberikan jawaban atas putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA), karena KPU belum menerima salinan amar putusannya. "Kami belum terima salinannya. Ya, kami tunggu dulu setelah itu baru kami kaji," kata anggota KPU, Andi Nurpati, di Kantor KPU Jakarta, Rabu. Majelis Hakim MA pada Selasa (22/1) menilai, tindakan KPU yang mengambil-alih penghitungan suara pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Maluku Utara (Malut) adalah cacat yuridis. MA memerintahkan KPU Provinsi Malut menghitung ulang suara di tiga kecamatan di Halmahera Barat, yakni Kecamatan Jailolo, Kecamatan Ibu Selatan, dan Kecamatan Sahutimur. Andi menjelaskan, setelah menerima salinan amar putusan tersebut, maka pihaknya akan mencocokkan dengan gugatan untuk kemudian dibawa ke Pleno KPU. "Kami hormati MA sebagai lembaga yang mempunyi kewenangan tentang sengketa hasil. Oleh karena itu, kami akan sinkronkan, apa keputusan MA apa sebatas sengketa hasil pilkada atau melibihi," katanya. Namun, Andi mengaku meskipun belum menerima amar putusan, pihak kuasa hukum KPU pada Selasa (22/1) telah melaporkan mengenai putusan MA. "Kami juga minta kepada lawyer agar, mengkaji dan mencari alternatif sikap yang akan dibawa dalam rapat pleno KPU terhadap putusan MA tersebut," katanya. Menurut Andi, kewenangan MA seharusnya adalah pada persoalan hukum memenangkan atau mengalahkan gugatan. "Bukan yang begitu-begitu," kata Andi. Andi melihat bahwa jika putusan MA dilakukan, maka dikhawatirkan justru akan memberikan ekses yang buruk. Ia mencontohkan, jika hasil penghitungan ulang tersebut tidak sama dengan hasil yang diplenokan. "Apakah KPU tidak akan digugat. Kok bisa, berbeda. Padahal telah dilakukan rekap di TPS dan PPK. Apa KPU tidak dinilai melakukan kebohongan. Kita tidak tahu reaksi dari masyarakat, para saksi, dan pihak yang lain," katanya. Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro), Hadar N. Gumay, berpendapat bahwa lebih tepat KPU tidak melakukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus sengketa pilkada Malut. "Legowo saja. Kalau diteruskan bisa jadi tindakan bunuh diri, dan ancamannya kredibilitas lembaga," kata Hadar menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008