Surabaya (ANTARA News) - Puluhan truk kembali berjajar di lokasi penambangan pasir di Desa Menilo, Kecamatan Soko, Tuban, Jawa Timur, setelah sempat menghilang akibat luapan Bengawan Solo pada akhir Desember 2007. Truk-truk itu menunggu giliran untuk diisi pasir dari Bengawan solo yang disedot dengan peralatan mekanik. Para penambang pasir itu kembali beraktivitas begitu air sungai mulai surut. Pemandangan serupa juga dijumpai di Desa Banjarjo, Kecamatan Bojonegoro, Jawa Timur. Warga Desa Banjarjo Kec. Kota Bojonegoro, Totok (37), mengatakan begitu air Bengawan Solo tidak lagi deras sejak dua minggu lalu, sedikitnya ada enam unit mesin mekanik penambang pasir sudah beroperasi di Desa Menilo dan lima unit di Desa Banjarjo. Sebenarnya air di sungai itu belum surut benar, katanya, tapi para penambang pasir itu meletakkan mesin penyedotnya di ponton yang terbuat dari drum, sehingga posisi mesin pengisap pasir itu mengikuti ketingga air Bengawan Solo. "Kalau airnya turun, mekanik ikut turun. Begitu sebaliknya kalau air naik mekanik juga ikut naik," kata Totok, yang tinggal di Desa Menilo berseberangan dengan lokasi penambangan pasir. Menurut dia, sebenarnya masyarakat sekitar resah dengan keberadaan para penambang pasir itu, namun mereka tidak bisa berbuat banyak. Padahal masyarakat sekitar mengetahui bahwa aktivitas yang dilakukan para penambang itu liar. Penduduk di sekitar penambangan mengaku terganggu dengan suara bising yangdikeluarkan alat penyedot pasir. Menurut warga setempat, Narto, mengatakan, penduduk setempat juga tidak bisa berbuat banyak walaupun mereka mengetahui bahwa penambangan liar itu merusak tebing sungai dan keadaan itu mengancam kestabilan tanah yang menjadi pemukiman. Sementara salah seorang penambang pasir mekanik asal Desa Banjarjo, Kelik Nugroho mengaku penambangan pasir yang mereka lakukan memang ilegal, tapi kegiatan itu menjanjikan keuntungan besar. "Ketika musim penghujan harga pasir cukup tinggi, sehingga mendorong para penambang pasir mekanik nekat beroperasi lagi, karena dapat kesempatan mengeruk keuntungan," katanya. Ia mengatakan, setiap hari ia mulai bekerja pada pukul 06.00 WIB hingga 18.00 WIB dan menghasilkan pasir sekitar 30 truk ukuran besar. Dalam satu rit, menurut Kelik, untuk setiap truk dia memperoleh Rp50.000 dari pengepul. Harga pasir di pasaran dalam kota mencapai Rp140.000 per truk, berarti Rp90.000 hak pemilik truk. Menurut dia, uang yang ia terima sebesar Rp50.000 per truk dari pengepul itu ia bagikan kepada sejumlah pihak, seperti pemilik wilayah, RT, RW, kelurahan, hingga karang taruna setempat . "Bahkan ada angota LSM, wartawan, dan oknum petugas kalau meminta uang ya ke pengusaha penambangan pasir itu," ungkapnya. Dengan adanya potongan tersebut, perolehan Kelik dengan sebuah alat mekanik yang setiap hari menghasilkan sekitar 30 truk pasir mencapai Rp600.000. Tetapi, uang itu masih belum bisa ia terima sebagai penghasilan bersih, karena hasilnya masih harus dibagi untuk membayar dua tenaga kerja penyedot pasir sebesar Rp100 ribu per hari dan membeli 15 liter minyak tanah dan oli per hari. Dia mengakui, bagi hasil penambangan pasir mekanik tersebut tidak dilakukan secara tertulis, tetapi secara sembunyi-sembunyi. "Jujur saja , saya takut melihat di daerah Desa Menilo yang mengakibatkan kerusakkan tebing Bengawan Solo yang longsor cukup parah itu," katanya. 170 Penambang Data di Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro, penambangan pasir dengan cara mekanik di perairan Bengawan Solo di Bojonegoro dan Tuban itu banyak dijumpai mulai Kec. Margomulyo, Ngraho, hingga Kec. Baureno. Bila ditotal, jumlahmua bisa mencapai 170 penambang. Menurut Koordinator Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo, Moelyono, adanya penambangan pasir dengan cara mekanik membayakan dasar Bengawan Solo, yang berujung dengan semakin parahnya tingkat kelongsoran. Karena penambangan pasir dengan mekanik tersebut, diperkirakan dasar Bengawan Solo mengalami penurunan rata-rata berkisar dua meter, sehingga semakin memperparah terjadinya kerusakkan lingkungan di sungai itu. Petugas telah berkali-kali melakukan penertiban, katanya, namun belum bisa menghentikan kegiatan para penambang pasir ilegal tersebut. (*)

Oleh Oleh Slamet Agus Sudarmojo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008