Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus mempercepat pelaksanaan anggaran 2008 sebagai salah satu langkah mendesak untuk meredam dampak resesi ekonomi global. Menurut Ekonom Tim Indonesia Bangkit (TIB) M. Ikhsan Modjo, ditengah ancaman dampak resesi global dan tekanan inflasi dalam negeri, maka kemungkinan akan terjadi stagflasi di Indonesia, sehingga dibutuhkan kebijakan fiskal yang ekspansif untuk meredamnya. "Alternatif yang dapat dilakukan secepatnya adalah mempercepat pencairan APBN," kata Ikhsan Modjo di Jakarta, Kamis. Dalam kondisi terjadinya stagflasi di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) tidak mungkin melonggarkan kebijakan fiskalnya sehingga yang dapat dilakukan adalah kebijakan fiskal yang ekspansif. Menurut dia, pemotongan subsidi tidak mungkin dilakukan dalam kondisi seperti itu karena akan memberatkan masyarakat yang sudah terkena dampak kenaikan harga-harga kebutuhan pokok saat ini. "Yang mungkin dilakukan adalah melakukan `switching` dari belanja yang tidak memberikan `multiplier` efek ke belanja lain yang lebih memberi multiplier efek," katanya. Ia menyebutkan, belanja modal APBN 2008 yang hanya 18 persen dari PDB atau sekitar Rp101 triliun perlu ditambah dan dipercepat penggunaannya. Menurut dia, langkah lain yang harus dilakukan pemerintah dan BI adalah memperkecil lalu lintas valas oleh korporasi. Setelah pemerintah menerbitkan "global bond" pada awal Januari 2008 sebesar 2 miliar dolar AS, biasanya akan diikuti dengan penerbitan oleh korporasi. "Penerbitan obligasi valas oleh korporasi itu akan mempercepat arus modal masuk dan jika tidak hati-hati dapat menjadi masalah," katanya. Ekonom TIB lainnya, Hendri Saparini mengatakan, langkah-langkah yang bersifat fiskal saja tak cukup untuk meredam dampak terjadinya resesi global. "Harus ada langkah terobosan di luar fiskal," kata Direktur Pelaksana Econit itu. Sebelumnya Hendri juga menilai bahwa pemerintah saat ini lemah dalam manajemen fiskal, sehingga kebijakan fiskal gagal menjadi motor dan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi karena pola pengeluaran anggaran yang sangat lamban dan menumpuk pada akhir tahun. Penumpukan anggaran yang sangat besar pada akhir 2007 sebesar 40 persen tidak pernah terjadi sebelumnya karena biasanya hanya 10 persen. Menurut dia, pengeluaran dadakan pada akhir tahun biasnya tidak mencapai sasaran dan rawan penyelahgunaan. "Akibatnya kebijakan fiskal gagal menjadi stimulus fiskal sehingga tidak mampu menyumbang sekitar 0,5 hingga 1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Hendri Saparani.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008