Semarang (ANTARA News) - Fungsionaris DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Moeslim Abdurrahman menilai, indikator makroekonomi yang terus membaik seperti dikatakan pemerintah tidak memiliki makna bila rakyat terus kesulitan memenuhi kehidupan sehari-hari. Berbicara di depan peserta Musyawarah Kebangkitan DPW PKB Jateng di Semarang, Sabtu, Moeslim mengatakan, kehidupan rakyat kecil belakangan ini semakin susah karena harga kebutuhan pokok terus melambung, namun pemerintah terus mengatakan makroekonomi makin bagus. "Rakyat tidak makan makroekonomi, tetapi memakan beras. Harga kedelai terus melambung, padahal tempe menjadi makanan sehari-hari. Harga beras juga makin mahal, minyak tanah makin sulit didapat," katanya. Moeslim Abdurrahman yang juga dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah itu mengemukakan, sejak zaman kebijakan pembangunan menggunakan model Pelita, rakyat kecil terutama petani, selalu menjadi korban karena pedesaan tidak menjadi prioritas pembangunan. Akibatnya, sektor pertanian terus tertinggal dan tidak diminati angkatan kerja sehingga mereka banyak mencari penghidupan di perkotaan dengan bekerja di sektor informal. Menurut mantan pengurus DPP PAN itu, PKB dengan konstituen utama warga nahdhiyin yang mayoritas berada di pedesaan akan terus memperjuangkan kebijakan pembangunan yang prorakyat. Pemihakan tersebut akan lebih mudah dilakukan bila PKB bisa memenangi Pemilu 2009. Ia menyebutkan, sampai kini posko korban lumpur Lapindo masih berdiri melayani penduduk setempat untuk memperjuangkan hak-haknya. PKB, katanya, juga menentang keras pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLN) di Semenanjung Muria, Jepara. Moeslim juga mengatakan, warga nahdhiyin dan PKB sejak dulu memiliki komitmen jelas untuk mengembangkan Islam moderat dan toleran. "PKB terus menjaga kekuatan ini. PKB dengan basis nahdhiyin akan risau bila Islam didorong ke arah moderat dan toleran," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008