Bandarlampung (ANTARA News) - Lembaga kajian The Indonesia Institute (TII) menilai kecenderungan pengalihan tugas perwira- perwira TNI ke jabatan publik atau menjadi pegawai negeri sipil (PNS), menujukkan masih lemahnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan sipil. "Bukan karena masa pensiun di jabatan publik itu lebih lama yang mengakibatkan perwira TNI mau dialihtugaskan sebagai PNS, karena perwira militer itu pensiun pada umur 58 tahun. Ini merupakan belum adanya kepercayaan penuh pemerintah terhadap kemampuan sipil," kata Direktur Eksekutif TII, Jeffrey Geovanie, saat diminta tanggapannya di Jakarta, Selasa. Berdasarkan prinsip demokrasi, katanya, sebenarnya tidak masalah apakah pemimpin itu berasal dari militer atau sipil dengan syarat personil militer itu taat pada prinsip demokrasi dan tidak menggunakan lembaga militer untuk kepentingan politik. Di Amerika Serikat juga banyak mantan pejabat militer yang berada di lembaga eksekutif. Ia menyebutkan, dalam UU N0 34 tahun 2004 tentang TNI telah disebutkan bahwa prajurit TNI diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritannya, di antaranya karena atas permintaan sendiri, menjalani masa pensiun dan alih status menjadi pegawai negeri sipil. Prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritanya. Sementara prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi Polkam, pertahanan negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhannas, Dewan Pertahanan Nasional, SAR Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung. Menurut Jeffrey, kepercayaan penuh pemerintah terhadap kemampuan sipil masih kurang. Disaat yang sama para perwira TNI yang mendekati pensiun di masa transisi sekarang ini juga masih berkeinginan menduduki jabatan sipil. Ia melihat bahwa kemampuan kalangan sipil di Indonesia masih lemah, dan karena alasan itulah yang tampaknya mendorong pemerintah mengizinkan perwira militer beralih status menjadi pegawai negeri sipil. "Asal sudah pensiun dan tidak melanggar hukum maka alih status perwira militer ke PNS tidak menjadi masalah. Sisa persoalan politik itu bisa selesai kalau birokrasi telah direformasi secara menyeluruh," katanya. Alih status perwira TNI menjadi PNS menjadi sorotan masyarakat ketika pemerintah mengangkat mantan Asisten Personalia Kasad, Mayjen Achmad Tanribali Lamo menjadi staf ahli Mendagri dan kemudian ia diangkat lagi menjadi Pelaksana Tugas Gubernur Sulawesi Selatan. Alih status perwira TNI lainnya adalah Mayjen (Purn) Suwandi sebagai Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat BPN atau Mayjen (Purn) Syamsul Maarif menjadi Ketua Pelaksana Harian Bakornas. Persoalan ini juga mendapatkan sorotan dari kalangan DPR. "Dari sudut profesi, ini tidak adil. Karena seorang Pegawai Negeri Sipil tidak bisa serta merta alih status menjadi Tentara Nasional Indonesia," kata anggota Komisi I DPR, Mutammimul Ula. "Jika prosedur alih status dari prajurit TNI menjadi PNS bersifat otomatis, maka secara profesi atau karir akan ada anggapan karir prajurit TNI lebih tinggi daripada karir atau profesi PNS. Ini karena PNS tidak bisa serta merta alih status menjadi prajurit TNI," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008