Batam (ANTARA News) - Polisi penyidik, mulai dari tingkat kepolisian sektor hingga Polda, mulai 1 Februari 2008 diawasi personil khusus guna menekan berbagai penyimpangan, seperti pemerasan terhadap tersangka. Kalau pun tidak menghapuskan semua penyimpangan dan pemerasan, penerapan pengawasan model baru mulai Februari itu diharapkan berhasil mempersempit celah penyelewengan aparat penyidik kepolisian, kata anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Novel Ali, di Batam, Rabu. Jajaran kepolisian se-Polda Kepulauan Riau pada Rabu (30/1) mendapat penjelasan dari pejabat Mabes Polri dan anggota Kompolnas mengenai badan pengawasan penyidikan perkara yang akan diberlakukan mulai bulan depan tersebut. Pedoman pelaksanaan pengawasan masih akan terus disempurnakan hingga kelak diperkuat dengan surat keputusan Kapolri yang rencananya pada awal 2009, kata Ali. Personel badan baru di tingkat Polda berjumlah empat orang, Poltabes/Polres lima orang dan di Polsek empat orang. "Semuanya dari personil internal di luar polisi reserse dan kriminal," katanya. Tahun 2007, katanya, ke Kompolnas masuk 597 pengaduan/keluhan dari masyarakat dan sekitar 70 persen menyangkut penyimpangan penyidik kepolisian. Keluhan-keluhan tersebut, di antaranya, tersangka yang ditangguhkan penahannya ketika melaksanakan wajib lapor harus memberi uang. Selain itu, besar uang jaminan penangguhan penahanan pun seringkali tidak baku. Terdapat pula aparat yang mempersulit pengembalian barang bukti (BB), menghilangkan atau mengurangi BB, mengaburkan informasi tentang BB dan tersangka, minta bayaran terhadap warga yang melapor suatu kehilangan, minta bayaran pembuatan laporan kemajuan proses perkara. Menurut Ali, penyidik juga sering mengancam dan menempeleng tersangka, melarang kuasa hukum berbicara. Seseorang yang memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi bisa seketika itu pula distatuskan menjadi tersangka. Dalam praktik pula, kata Novel Ali yang juga dosen FISIP Universitas Diponegoro, tersangka yang diperiksa pun ibarat anjungan tunai mandiri atau handuk basah yang terus diperas aparat sampai kering. Pada sisi lain, pada setiap polisi sebagaimana yang berlaku universal, melekati hak diskresi yaitu hak istimewa untuk mengambil suatu tindakan pada suatu keadaan atau kegentingan. " Tetapi, penafsirannya dalam praktik sering bias dengan kepentingan pribadi," katanya kepada wartawan dengan didampingi Direktur Bareskrim Polda Kepri Kombes Pol M Jupri. Kenyataan-kenyataan itu menjadikan kinerja Polri disorot buruk. "Bila terus dibiarkan, pembangunan kepercayaan masyarakat mengenai institusi kepolisian tak pernah berhasil," katanya. Oleh karena itu, ia menilai, gagasan untuk melengkapi penyidik dengan badan pengawas baru di luar inspektur pengawasan umum, inspektur pengawasan daerah dan propam, merupakan sesuatu yang luar biasa. Hanya, katanya, karena pengawas penyidik direkrut dari sesama polisi, masih perlu dipikirkan untuk melengkapinya dengan perlindungan khusus sebab mereka menghadapi aparat yang terbiasa nakal dan selama ini berdalih harus "nombok" ketika menyelesaikan penyidikan. "Selain itu, siapa yang mengawasi kinerja pengawas penyidik?" tanyanya. Direktur Reskrim Polda Kepri mengatakan, pengawasan oleh lembaga baru, tidak tumpang tindih dengan apa yang sudah ada, karena jalur pelaporan temuan dan pengecekan oleh atasan akan disesuaikan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008