Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menperindag Rahardi Ramelan menengarai adanya perang dagang di balik keputusan pemerintah cq Menperin mencabut penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) tepung terigu pada 24 Januari 2008. "Saya melihat ada persaingan bisnis," ujar mantan Kabulog itu, di Jakarta, Jumat, menanggapi keputusan yang dinilai kontroversial soal pencabutan SNI tepung terigu oleh Menperin Fahmi Idris. Pada 24 Januari 2008 Menperin menandatangani Permenperin Nomor 02/M-IND/PER/1/2008 Tentang Pencabutan Keputusan Menperindag Nomor 153/MPP/Kep/5/2001 Tentang Penerapan SNI Wajib Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan dan Revisinya, serta Keputusan Menperindag Nomor 323/ MPP/Kep/11/2001 Tentang Perubahan atas Keputusan Menperindag Nomor 153/MPP/Kep/5/2001. Rahardi mencoba menganalisa berapa besar tepung terigu impor selama ini dan siapa pengimpor terbesar. Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) pangsa pasar tepung terigu impor hanya sekitar 11-15 persen dari total permintaan domestik. Dari data tersebut, Grup Wing mengimpor tepung terigu yang cukup besar. Rahardi menilai ada persaingan dagang antara Wing dan Indofood yang keduanya juga memproduksi mie instan. "Indofood selama ini memakai terigu produksi Bogasari, sedangkan pesaingnya menggunakan terigu impor," ujar Rahardi. Oleh karena itu, ia menilai ada tekanan dari importir tepung terigu kepada pemerintah cq Depperin untuk menghapus SNI, sehingga mutu tepung terigu yang beredar di Indonesia tidak harus sesuai SNI. Padahal, menurut Rahardi, keputusan pemerintah menghapus bea masuk tepung terigu saja sudah cukup mengurangi harga terigu impor, tanpa harus mengorbankan SNI yang bisa melindungi mutu dan zat gizi tepung terigu. Dalam ketentuan SNI tepung terigu tidak hanya mencakup standar keamanan, tapi juga wajib pencampuran zat gizi tertentu (fortifikasi) seperti zat besi, vitamin B1 dan B2, serta asam folat, pada tepung terigu yang beredar di Indonesia. Hal senada dikemukakan Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies yang mengatakan sejak masuk ke bisnis mie instan, Grup Wing, melakukan praktik banting harga yang merusak harga pasar mie instan. "Grup Wing memiliki program banting harga mie instan selama tiga tahun. Pada saat itu yang terpukul adalah Indofood," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008