Jakarta (ANTARA News) - Direktur Investasi Arden Bridge Investment Limited (ABIL) di Indonesia, Widjokongko Puspoyo, Jumat, divonis empat tahun penjara karena dinyatakan bersalah dalam kasus penerimaan hadiah dan penggelapan pajak perusahaan. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Suharto juga menghukum adik mantan Kepala Bulog, Widjanarko Puspoyo, itu untuk membayar denda sebesar Rp7,5 miliar subsider 6 bulan kurungan. Majelis menyatakan Widjokongko sengaja memberikan fasilitas keuangan kepada kakaknya, Widjanarko Puspoyo, menerima hadiah dari rekanan Bulog. "Padahal patut diduga hal tersebut terkait dengan jabatan," kata Ketua majelis hakim Suharto. Widjokongko juga dinyatakan bersalah karena dengan sengaja tidak mendaftarkan perusahaan yang dipimpinnya, ABIL, ke Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan. Menurut majelis, perusahaan tersebut seharusnya membayar pajak setelah berhasil menjalankan bisnisnya, yaitu membeli piutang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), serta mendapat keuntungan dari pembayaran yang dilakukan oleh 28 perusahaan yang memiliki hutang kepada BPPN itu. Majelis berpendapat sebenarnya Widjokongko memiliki kesempatan untuk mendaftarkan perusahaanya sebelum proses penyidikan dimulai, namum pada kenyataannya hal itu tidak dilakukan. "Perbuatan terdakwa dapat dipandang sebagai kesengajaan," kata anggota majelis hakim Ahmad Solihin. Menanggapi putusan tersebut, Widjokongko mengaku kecewa. Dia menilai pertimbangan hukum majelis hakim tidak lengkap. Dia juga menganggap majelis hakim menggunakan fakta yang salah. Dia mencontohkan, piutang BPPN yang dibeli ABIL hanyalah atas nama 27 perusahaan, bukan 28 perusahaan. "Terus terang saya merasa kecewa terhadap putusan ini dan saya akan banding," katanya. Direktur Arden Bridge Investment Limited (ABIL), Widjokongko Puspoyo, sebelumnya dituntut lima tahun penjara atas dakwaan mengalirkan uang dari rekanan Bulog, Cheong Karm Chuen, ke rekening mantan Kepala Bulog Widjanarko Puspoyo dan keluarganya. Tim JPU dalam surat dakwaan menyatakan, Widjokongko menggunakan rekening ABIL di Bank Bukopin untuk menampung uang hadiah dari rekanan Bulog sebesar 1,6 juta dolar AS dalam kurun waktu Maret 2003 hingga Maret 2004. Uang itu kemudian ditransfer ke rekening kakak Widjokongko, Widjanarko Puspoyo yang menjabat Kepala Bulog, di Bank ABN Amro. Transfer uang dilakukan pada 7 September 2004 sebesar 10 ribu dolar dan pada 6 Oktober 2004 sejumlah 20 ribu dolar. Selain itu, uang juga ditransfer ke rekening istri dan anak-anak Widjanarko Puspoyo. Oleh Widjanarko, uang digunakan sebagai penyertaan modal di PT Samudera Adidaya Sentosa (SAS). Rincian aliran uang untuk penyertaan modal itu adalah pada 7 Juli 2003 sebesar 250 ribu dolar AS dan pada 1 Agustus 2003 sebesar 118.203 dolar AS ke rekening PT SAS. Kemudian, JPU juga mendakwa uang dialirkan ke keluarga Widjanarko, yaitu ke Widjanarko, Renaldy Puspoyo, sebesar 10 ribu dolar pada 7 September 2004 dan sebesar 2.500 dolar AS pada 15 September 2004. Selain itu, uang juga mengalir ke rekening istri Widjanarko, Endang Ernawati, sebesar 100 ribu dolar dan 9.470 dolar pada 15 September 2004. JPU mengungkapkan, uang juga mengalir dalam mata uang Rupiah ke rekening keluarga Widjanarko, yaitu kepada menantu Widjanarko, Andre Pasha Djuanda sebesar Rp100 juta pada 29 September 2003. Kemudian pada 16 Januari 2004 dan 17 Februari 2004, uang sejumlah Rp3 miliar dan Rp809,41 juta juga mengalir ke rekening Ade Kusmiati untuk pembayaran rumah di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, atas nama anak Widjanarko, Renaldy Puspoyo. Puteri Widjanarko, Winda Nindyati, juga menerima uang sebesar Rp1 miliar pada 11 Juni 2004. Atas perbuatannya dalam mengalirkan uang hadiah itu, Widjokongko dijerat menggunakan pasal pasal 11 jo pasal 15 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 56 ke-1 KUHP. Selain dakwaan gratifikasi, Widjokongko juga didakwa menggelapkan pajak perusaaan yang dipimpinnya, ABIL. ABIL adalah perusahaan yang melakukan transaksi dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), diantaranya melakukan pembelian piutang (cessie) BPPN. Menurut JPU, ABIL berhasil membeli cessie BPPN atas 28 perusahaan debitur dengan total pembelian Rp117,874 miliar. Perusahaan-perusahaan itu kemudian membayar piutang kepada ABIL. Pembayaran piutang itu mencapai Rp154,26 miliar, sehingga ABIL untung kotor sebesar Rp36,66 miliar dan keuntungan bersih sebesar Rp25,3 miliar. Menurut JPU, Widjokongko dengan sengaja tidak pernah mendaftarkan ABIL sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) dan tidak pernah melaporkan usahanya kepada Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Atas perbuatan itu, lanjut JPU, kerugian pendapatan negara sekira Rp4,8 miliar. JPU menjerat Widjokongko dengan menggunakan pasal 39 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 16 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008