Nusa Dua (ANTARA News) - Konferensi kedua negara peserta Konvensi Internasional Antikorupsi (UNCAC) gagal mempertemukan kepentingan negara maju dan berkembang soal pengembalian aset (asset recovery). Konferensi lima hari di Nusa Dua, Bali, itu ditutup Jumat malam tanpa menghasilkan resolusi soal pengembalian aset. Konferensi hanya menghasilkan keputusan Presiden UNCAC yang memutuskan pembahasan resolusi pengembalian aset dilanjutkan melalui kelompok kerja yang akan bertemu minimal dua kali di Wina, Austria, sebelum konferensi ketiga UNCAC yang akan dilangsungkan di Doha, Qatar, pada akhir 2009. Presiden UNCAC, Hendarman Supandji, usai penutupan konferensi menjelaskan, masih ada perbedaan pendapat antara draf resolusi yang diajukan oleh negara berkembang yang diwakili oleh kelompok G-77 dan draf resolusi yang diajukan oleh negara maju, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, dan Australia. "Masih ada persepsi yang berbeda soal `asset recovery' yang belum bisa disetujui sehingga terjadi `deadlock`," ujar Hendarman. Perbedaan prinsip yang belum dapat dicairkan antara negara maju dan berkembang adalah soal pembentukan kelompok konsultasi yang akan memudahkan pengembalian aset yang dicuri oleh koruptor dari negara berkembang dan seringkali disimpan di negara maju. Negara berkembang ingin agar dibentuk kelompok konsultasi tenaga ahli yang sifatnya permanen untuk menjembatani pencarian aset yang harus melalui wilayah multiyuridis yang berlaku di berbagai belahan dunia. Kelompok G-77 yang diketuai Pakistan menginginkan agar kelompok konsultasi itu beranggotakan 10 tenaga ahli, terdiri atas dua tenaga ahli mewakili lima wilayah geografis dunia, yang dapat menyediakan informasi dan keahlian bagi negara peserta UNCAC untuk kasus pelacakan aset tertentu. Namun, negara maju hanya menginginkan pertemuan tenaga ahli bersifat sementara dan hanya menitikberatkan pada pemberian bantuan teknis bagi negara berkembang yang melakukan pelacakan aset. Sejak Jumat pagi, Hendarman selaku Presiden UNCAC sudah melakukan pendekatan kepada kelompok G-77 dan kelompok negara maju agar konferensi kedua UNCAC di Bali berjalan efektif. Anggota delegasi, Eddy Pratomo, menjelaskan Indonesia menyampaikan pesan kepada kelompok G-77 untuk terus berjuang secara gradulal demi pembentukan kelompok konsultasi permanen yang diusulkan. "Sedangkan kepada negara maju kita menyampaikan agar mereka tidak mengirim pesan kepada koruptor bahwa masih ada surga aman untuk penyimpanan aset koruptor," ujarnya. Meski usulan negara berkembang belum terakomodasi, Eddy mengatakan ia cukup puas dan optimis dengan keputusan yang dihasilkan dari konferensi kedua UNCAC. Keputusan yang dihasilkan, lanjut dia, memuat beberapa klausul yang menjamin ide pembentukan kelompok konsultasi permanen yang diusulkan oleh negara berkembang dapat dilanjutkan dalam kelompok kerja yang bertemu di Wina. "Ada rekomendasi bahwa kelompok kerja akan terus membahas kelanjutan usulan-usulan yang muncul dalam konferensi ini untuk membentuk mekanisme baru dalam pengembalian aset," tuturnya. Eddy optimis pertemuan kelompok kerja untuk membahas pengembalian aset yang akan dilaksanakan sebelum konferensi ketiga UNCAC di Qatar dapat menghasilkan rekomendasi yang cukup nyata. Indonesia, lanjut dia, akan berkonsentrasi dan berperan aktif dalam kelompok kerja tersebut. "Nanti akan ada yang ditugaskan khusus untuk itu," ujarnya. Selain gagal menghasilkan resolusi soal pengembalian aset, konferensi UNCAC di Nusa Dua, Bali, yang berlangsung sejak 28 Januari 2008 hingga 1 Februari 2008 juga belum bisa menyepakati mekanisme evaluasi implementasi UNCAC di masing-masing negara peserta. Perdebatan soal parameter evaluasi dan pendanaan sistem monitoring evaluasi itu juga akan diselesaikan melalui kelompok kerja sebelum pertemuan di Qatar. Namun, negara peserta sepakat bahwa evaluasi itu tidak menggunakan sistem ranking dan tidak menganggu kedaulatan negara peserta. Konferensi hanya menyepakati resolusi soal kriminalisasi terhadap pejabat organisasi publik internasional dan pemberian bantuan teknis. Konferensi menyetujui bahwa kekebalan diplomatik pejabat organisasi publik internasional dapat ditembus sehingga kriminalisasi bagi mereka yang melakukan korupsi seperti yang diatur dalam UNCAC dapat diberlakukan. Sedangkan untuk bantuan teknis, konferensi menyetujui akan diberikan dengan prinsip transparansi tanpa adanya tekanan yang mengganggu kedaulatan negara penerima bantuan.((*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008