Jakarta (ANTARA News) - Tim Satuan Tugas SAR gabungan dari Mabes TNI Angkatan Laut (AL), Intai Amfibi Marinir dan Komando Pasukan Katak (Kopaska), segera mengangkat bangkai panser amfibi (pansam) BTR-50P yang tenggelam di perairan Situbondo, Jawa Timur, Sabtu (2/2), dini hari. "Kita upayakan pekan ini bangkai panser telah dapat diangkat untuk segera dilakukan penyelidikan lebih lanjut," kata Kepala Dinas Penerangan Mabes TNI AL, Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul di Jakarta, Senin. Ia menambahkan, saat ini posisi bangkai pansam buatan Rusia itu telah dapat dideteksi oleh kapal penyapu ranjau KRI Pulau Rusa, tinggal menunggu beberapa peralatan untuk mengevakuasi panser tersebut. Untuk mengevakuasi panser, katanya, pihaknya akan meminta bantuan kepada instansi terkait, terutama dalam hal teknologi dan kapal penarik. "Kita masih upayakan peralatannya dan minggu ini diharapkan bangkai panser sudah dapat diangkut," katanya, menegaskan. Satu unit pansam BTR-50P dari Brigif II/Marinir Surabaya tenggelam di perairan Situbondo saat latihan puncak TNI AL "Armada Jaya" XXVII. Peristiwa itu terjadi sesaat setelah pansam yang dikomandani Sertu (mar) Mujirin itu meluncur dari KRI Teluk Kau-504 untuk melakukan pendaratan. Namun, setelah berada sekitar 400 meter dari bibir pantai tiba-tiba datang ombak tinggi dan kencang hingga stabilitas pansam terganggu. Komandan pansam pun segera memerintah seluruh awak keluar, namun dalam proses penyelamatan itu satu orang tersangkut di pintu sehingga enam anggota lain di belakangnya tidak bisa keluar dan terjebak di dalam pansam yang tenggelam hingga kedalaman 30 meter. Akibatnya, enam orang tewas, delapan selamat dan satu orang belum ditemukan. Enam orang tewas tersebut, Pratu (Mar) Agus Priyanto, Kopda (Mar) Rusli Heri, Serda (Mar) Hadi Sutrisno, Kopda (Mar) Nugroho Pamungkas, Kopda (Mar) Hari Adi, dan Praka (Mar) Dwi Niar Priyanto. Sedangkan delapan orang selamat adalah Praka (Mar) Sarmilih, Kopda (Mar) Mulyono, Kopda (Mar) Wahyuno, Letda (Mar) Krama Lubis, Praka (Mar) Iwan Setiawan, Kopda (Mar) Wigati, Pratu (Mar) Purwanto, dan Sertu (Mar) Mujirin. Veteran Trikora Berdasar Buku "Sejarah Korps Marinir 1970-2000" disebutkan ranpur BTR-50 bukanlah lansiran anyar. Di negeri asalnya, Uni Soviet (kini Rusia), kendaraan ini masuk dinas operasional tahun 1955. Awalnya, kabin berkapasitas 20 orang pasukan bersenjata lengkap tak punya penutup atas. Baru pada tahun 1960 dengan alasan guna mendongkrak proteksi penumpang maka varian BTR-50 PK dilengkapi tutup kabin (hatch). Varian terakhir inilah yang sampai sekarang dipakai Korps Marinir. BTR-50 masuk jajaran organik Marinir pada 1962, sebagian bagian persiapan Operasi Trikora. Tak langsung pensiun begitu operasi ini usai, perjalanan karir BTR-50P terus berlanjut. Keandalannya kembali teruji dalam berbagai operasi militer pasca Trikora, termasuk Operasi Seroja pada 1975-1979. Untuk memperpanjang usia pakai, saat ini BTR-50 tak lagi mengandalkan komponen orisinalnya. Menu utama perombakan adalah soal dapur pacu. Mesin diesel yang tadinya tipe V 6 asli Rusia kini diganti dengan GM 6V-92T diesel keluaran AS, dengan begitu selain tak terlalu lahap bahan bakar, peforma tenaga jadi lebih besar 50 dk (daya kuda) dari yang semula hanya berkutat di angka 240 dk. Efek lain penggantian tadi adalah perubahan jumlah mata rantai plus daya tampung pasukan berkurang jadi 18 orang. Perombakan juga dilakukan pada perangkat komunikasi dan senjata. Kabin yang tadinya dijejali radio komunikasi tipe RT.10 asli Rusia kini diganti tipe ANVRC 64 asal AS. Sementara komunikasi dengan pesawat mengandalkan tipe PRC 33, juga buatan AS. Untuk senjata utama (main weapon) jangan harap bisa menyaksikan senapan mesin PKT kaliber 14,5 mm, DShK kaliber 12,7 mm, atau PKM/RPD kaliber 7,62 mm eks Rusia. Senapan-senapan tadi telah diganti kedudukannya oleh senapan mesin GPMG kaliber 7,62 mm buatan FN Belgia. Sebanyak 1.800 butir peluru FN biasanya dibawa BTR-50 dalam operasi tempur. (*)

Copyright © ANTARA 2008