Tokyo (ANTARA News) - Dubes RI untuk Jepang, Jusuf Anwar, mengecam masih terjadinya praktek penyelundupan Warga Negara Indonesia (WNI) ke Jepang yang dilakukan warga Indonesia sendiri, sehubungan kegiatan ini dapat mempengaruhi hubungan bilateral. Dubes Jusuf Anwar mengemukakan hal itu di Tokyo, Selasa, setelah menerima laporan dari Kepala Konsuler, Amir Radjab Harahap, mengenai hasil persidangan Pengadilan Negeri Chiba yang memvonis satu dari dua warga Indonesia yang dituduh sebagai otak penyelundupan manusia. "Praktek penyelundupan manusia ini sama saja dengan perdagangan manusia, dan Jepang merupakan negara yang menjadikan kasus human trafficking ini sebagai kasus yang berat. Jadi perlu diusut sampai tuntas praktik kejahatan ini," kata Dubes. Mantan Menteri Keuangan itu menegaskan pengusutan yang serius terhadap kejahatan perdagangan manusia mutlak diperlukan, khususnya bagi instansi terkait, seperti Imigrasi, Kepolisian, dan pemerintah daerah ataupun juga perusahaan pengerah jasa tenaga kerja. Jusuf Anwar menegaskan pihak Indonesia sendiri harus serius, dan memerlukan kerja sama, termasuk kerja sama internasonal, mengingat kelalaian dalam proses pengiriman tenaga kerja, imigrasi, data kependudukan dan juga prosedur lainnya bisa membuka kemungkinan bagi tindak kejahatan lainnya yang tidak kalah berbahayanya. "Ini masalah serius, karena dengan globalisasi yang terjadi saat ini, terjadi mobilitas antar pendudukan yang tinggi di dunia, dan hal itu bisa membuka pintu bagi praktik kejahatan lainnya yang lebih besar," ujar mantan Direktur Eksekutif Asian Development Bank (ADB) itu. Lebih jauh Dubes menjelaskan bahwa bagi negara-negara yang menghormati hak azasi manusia, kejahatan perdagangan manusia atau penyelundupan manusia tidak dapat dibenarkan. Pelaku yang tertangkap tentu saja akan dikenakan hukuman yang berat. Pengadilan Negeri Chiba, Senin (4/2) lalu, memvonis Carrand Christo Tangka (39), otak pelaku penyelundupan WNI ke Jepang dengan hukuman penjara 2,8 tahun berikut denda sebesar 2 juta yen dan juga kerja paksa. Seorang lagi yang diduga ikut menjadi otak kejahataan serupa, Rosita Yulia Patricia Rembeth (50), staf lokal Kedubes Jepang di Jakarta, masih harus menuggu persidangan berikutnya pada 26 Maret mendatang. Sidang tersebut nantinya akan menjatuhkan hukuman bagi terdakwa yang dituntut 3,6 tahun penjara dan denda sebesar 1,5 juta yen. Baik Tangka dan Rosita, diduga menjadi bagian dari sindikat kejahatan yang melibatkan mafia Jepang dan indonesia. Keduanya bersama tiga warga Indonesia lainnya, ditangkap aparat Imigrasi bandara Narita Jepang pada awal September lalu saat memasuki antrian pemeriksaan imigrasi bandara Narita. Kelimanya ditangkap karena petugas mencurigai paspor yang digunakan Wagner Turangan, yang diakui sebagai anak Rosita Rembeth. Dari situlah petugas kemudian membongkar upaya penyelundupan sehingga petugas memburu empat WNI lainnya sebelum keluar dari bandara Narita. Tiga di antaranya kemudian dideportasi, termasuk Wagner Turangan, karena diketahui hanya menjadi korban setelah menjalani persidangan di pengadilan negeri Chiba. Ketiganya dipulangkan pada Desember 2007 dan Januari 2008. (*)

Copyright © ANTARA 2008