Makassar (ANTARA News) - Majelis hakim Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan hukuman denda Rp1 miliar kepada PT. Nei Dua Karya, sebuah perusahaan konstruksi di Kabupaten Sengkang, Sulawesi Selatan, karena terbukti melakukan kolusi dalam tender proyek pembangunan jalan di Kabupaten Soppeng tahun 2006. Kolusi tender tersebut melibatkan panitia lelang proyek pembangunan jalan Maccope - Labesi sepanjang 11 km lebih yang dibiayai dana APBD tahun 2006 sebesar Rp5,8 miliar (selaku terlapor VI) dan lima rekanan yakni PT. Nei (terlapor I), PT. Hospindo Internusa (terlapor II), PT. Geytof Fajar (terlapor III), PT. Citra Bumi Teknik Perkasa (terlapor IV) dan CV Hasnur (terlapor V). Selain denda, majelis komisi yang diketuai Tri Angraini dalam sidangnya di Makassar, Rabu juga mengeluarkan rekomendasi kepada Polda Sulsel untuk menyidik kasus pemalsuan dokumen yang dilakukan terlapor I serta rekomendasi kepada Kejaksaan Negeri Soppeng untuk menyidik kasus korupsi yang merugikan negara Rp331 juta lebih dalam kasus tersebut. Selain PT. Nei, majelis komisi yang terdiri atas Tri Anggraini, H Ahmad Ramadhan Siregar dan Dedie S Martadisastra juga mengeluarkan rekomendasi kepada Pemda Soppeng untuk memasukkan terlapor I dan V dalam daftar hitam (black list) pengusaha konstruksi selama dua dan satu tahun. Sementara untuk panitia pelelangan proyek, majelis mengeluarkan rekomendasi kepada atasan langsung mereka untuk menjatuhkan sanksi administrasi serta rekomendasi kepada Kejaksaan Negeri Soppeng untuk menyidik mereka tekait kasus korupsi Rp331 juta akibat persekongkolan dengan peserta tender (terlapor I). Dalam amar putusan yang dibacakan secara bergantian, majelis komisi mengatakan bahwa terlapor I terbukti bersekongkol secara horizontal dengan terlapor IV dan V dalam membuat dokumen penawaran yang mirip dalam usaha terlapor I memenangkan tender itu, bahkan terlapor I memalsukan dokumen perusahaan milik terlapor IV. Selain bersekongkol secara horizontal, terlapor I juga bersekongkol secara vertikal dengan terlapor VI (panitia tender), dimana panitia tender mengusulkan terlapor I sebagai pemenang tender meskipun penawarannya adalah yang tertinggi di antara kelima peserta lelang. "Dalam lelang pertama, terlapor I mengajukan penawaran senilai Rp4,671 miliar, namun pada lelang kedua, terlapor I menaikkan penawarannya menjadi Rp5,002 miliar. Meski penawaran dinaikkan, terlapor VI tetap mengusulkan terlapor I sebagai pemenang tender sehingga ada keuntungan berlebih (excess margin) sekitar Rp331 juta," ujar Tri Anggraini. "Dana Rp331 lebih itulah kerugian negara dalam kasus kolusi tender ini dan perlu disidik oleh pihak kejaksaan," kata Tri kepada pers usai sidang. Terlapor I, V dan VI terbukti melanggar pasal 22 UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sedangkan terlapor II dan III dinyatakan tidak terbukti terlibat dalam persekongkolan tersebut. Majelis komisi memberikan kesempatan selama 14 hari kepada terlapor I, V dan VI untuk memutuskan apakah akan menerima putusan itu atau menempuh upaya hukum lain melalui pengadilan negeri setempat. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008