Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi III DPR, Trimedya Pandjaitan, kepada pers, di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu, menilai Kejaksaan Agung terindikasi bersikap 'tebang pilih' dalam proses penyelidikan Bantuan Likuiditas Bank Indoensia (BLBI). "Karena itu, Dewan meminta pihak Kejaksaan Agung agar dalam penyelidikan kasus BLBI transparan dan tidak diskriminatif," tandas politisi PDI Perjuangan ini. Tegasnya, demikian katanya, DPR mendesak Kejagung untuk segera menuntaskan kasus BLBI yang telah merugikan negara hingga Rp650 triliun itu. "Sebab, uang sebesar itu manfaatnya sangat banyak bagi kepentingan bangsa dan negara. Apalagi, rakyat kini sedang dihadapkan pada kesulitan ekonomi dan kesusahan hidup akibat naiknya harga-harga sembako dan bencana alam," tegasnya kepada wartawan. Trimedya berulangkali mengingatkan, agar pihak Kejaksaan jangan melakukan tindakan tebang pilih dalam menuntaskan kasus ini. "Kami menduga, dalam proses penyelidikan BLBI yang dilakukan Kejagung, terindikasi tebang pilih. Karena itu DPR meminta Kejaksaan dalam penyelidikan kasus BLBI itu harus transparan dan tidak diskriminatif," katanya. Artinya, demikian Trimedya, dalam proses penegakan hukum itu, jangan sampai terjadi tebang pilih, diskriminatif dan bermuatan politik. "Khan sudah jelas, bahwa tiga poin pokok dalam kasus BLBI itu adalah obligor yang kooperatif, kooperatif tapi tidak menyelesaikan hutangnya dan obligor yang tidak kooperatif. Karena itu, yang harus dikejar Kejagung, dan mesti jadi prioritas utama, adalah, penyelidikan terhadap obligor yang tidak kooperatif, obligor kooperatif tapi tidak menyelesaikan hutangnya dan obligor kooperatif, tapi diduga ada manipulasi aset," tandasnya. Pihak Dewan menduga, katanya, banyak di antara para obligor yang merugikan keuangan negara telah lari ke luar negeri dan hidup bebas dengan enaknya di sana. "Ya, ada informasi, bahwa para obligor itu banyak pula yang sudah ada di luar negeri. Seperti di Singapura, China, Hongkong, Australia, Eropa dan Amerika. Kejagung dari dulu berjanji untuk menyelesaikan mereka ini. Jadi, mulai sekarang Kejagung harus mulai membuktikan keseriusannya dalam penegakan hukum," kata Trimedya Pandjaitan. Rapat batal Sebelumnya, rapat kerja (Raker) Komisi III DPR dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji dan jajarannya mendadak dibatalkan, karena Jaksa Agung diminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menghadiri rapat ke Istana Negara. Bersama Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), Jaksa Agung akan membahas jawaban pemerintah terkait dana BLBI yang merugikan negara hingga Rp650 triliun itu. Fraksi-fraksi DPR pun minus Partai Golkar dan Partai Demokrat mendesak agar Presiden Yudhoyono menghadiri interpelasi BLBI pada 12 Februari 2008 mendatang. Akibat penundaan rapat yang terkesan mendadak itu, sejumlah anggota fraksi bertubi-tubi melakukan interupsi, antara lain dilakukan oleh Akil Muchtar (Fraksi Partai Golkar), Panda Nababan (Fraksi PDI Perjuangan), Azlaini Agus dan sejumlah anggota dewan lainnya bergiliran menyampaikan interupsi. "Sebaiknya kita buka saja dulu secara resmi, karena ini rapat resmi dan sudah dijadwalkan," usul Akil Muchtar. Melihat situasi itu, Jaksa Agung akhirnya menyampaikan alasan, agar bisa diizinkan untuk meninggalkan Raker. "Kemarin sore kami terima undangan dari Sekretaris Kabinet (Seskab) untuk mengikuti rapat kabinet dengan Presiden RI terkait jawaban pemerintah atas interpelasi BLBI DPR RI yang rencananya disampaikan Rabu 12 Februari mendatang," ungkap Hendarman Supandji. Namun, sebelum pertemuan itu berlangsung, Menko Perekonomian Boediono ternyata meminta Jaksa Agung, Kapolri dan Menteri Keuangan, agar menyampaikan pendapat pendahuluan terkait kasus BLBI ini. Karena itu, Hendarman Supandji minta diizinkan untuk meninggalkan rapat. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008