Sydney (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda tiba di Sydney, Jumat pagi, setelah sehari sebelumnya menandatangani naskah "proses verbal pertukaran nota diplomatik" Perjanjian keamanan Indonesia -Australia bersama Menlu Stephen Smith di Perth. Selama di Sydney, Menlu Wirajuda akan bertemu dengan Gubernur negara bagian New South Wales, Professor Marie Bashir, dan Perdana Menteri Kevin Rudd. Pertemuan yang menjadi bagian dari kegiatan dalam lawatan tiga harinya di Australia itu menandakan dekatnya hubungan bilateral kedua negara. Menlu Hassan Wirajuda mengatakan, Indonesia selalu menikmati hubungan bilateral yang dekat dengan Australia di bawah pemerintahan Partai Buruh. Bahkan, Indonesia masih mengingat dengan baik bagaimana para buruh Australia turut mendukung perjuangan kemerdekaan RI dengan memboikot kapal Belanda di salah satu pelabuhan negara itu. "Kami masih mengingatnya dengan baik," katanya. Namun, dalam masalah hubungan kedua negara, Menlu Wirajuda mengatakan, selama enam tahun terakhir, hubungan bilateral Jakarta-Canberra berjalan sangat baik. "Kami juga menikmati hubungan yang sangat baik dengan Australia di bawah pemerintahan Perdana Menteri John Howard dan Perjanjian Lombok ini menandakan baiknya hubungan kedua negara," katanya. Acara penandatangan pertukaran nota diplomatik di Perth hari Kamis (7/2) menjadi simbol dari kuatnya hubungan Indonesia-Australia dengan semua pemerintahan Australia. Hal ini memberikan optimisme atas terus menguatnya hubungan kedua negara. "Saya yakin kami bisa bekerja sama dengan sangat baik dengan pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd," katanya. Tantangan kedua bangsa ke depan adalah bagaimana mengubah masalah menjadi kerja sama yang produktif, katanya. Kembali ke masalah pemberlakuan "travel advisory" kepada Indonesia, Menlu Wirajuda mengatakan, hal itu dinilai menghambat upaya kedua bangsa membangun dan memperkuat hubungan antar-masyarakat. Kehadiran sekitar 16 ribu mahasiswa Indonesia di Australia misalnya merupakan investasi bersama kedua negara dalam memperkuat hubungan jangka panjang. Indonesia juga ingin lebih banyak mahasiswa Australia datang dan belajar di Indonesia, katanya. "Kami akan menyambut kedatangan lebih banyak pelajar/ mahasiswa Australia belajar di Indonesia," katanya. Namun, masih terus diberlakukannya "travel advisory" kepada Indonesia itu dirasakan menghambat upaya penguatan hubungan di tingkat rakyat kedua negara, katanya. Sementara itu, Menlu Stephen Smith dalam jumpa pers dengan wartawan Indonesia dan Australia di Perth mengakui isu "travel advisory` sempat mengemuka dalam pertemuannya dengan Menlu Wirajuda. Ia mengatakan, "travel advisory" itu dikeluarkan pemerintah federal mengingat masalah keamanan dan keselamatan warga negara Australia di luar negeri merupakan keprihatinan utama pemerintah. Pemberlakuan peringatan perjalanan ini pun terus dievaluasi secara reguler, katanya. Sehubungan dengan upaya menciptakan rasa aman dan keselamatan bagi seluruh warga dunia, ia mengatakan, komitmen Indonesia, Australia dan komunitas internasional dalam menumpas bahaya terorisme perlu diteruskan karena hal ini akan membantu terciptanya kondisi aman. Pemberlakuan "travel advisory" terhadap Indonesia itu terbukti menghambat banyak program kerja sama antarlembaga dan masyarakat kedua negara. Banyak murid dan guru Australia yang ingin memperbaiki tingkat kemampuan berbahasa Indonesia terhambat ke Indonesia sehingga mereka pergi ke Malaysia untuk belajar bahasa Indonesia. Bahkan, program pelatihan bahasa Indonesia bagi guru-guru bahasa Indonesia di sekolah-sekolah Australia yang menjadi program Departemen Pendidikan dan Pelatihan Australia justru diselenggarakan di Darwin, Northern Territory (NT), belum lama ini sedangkan guru-guru bahasa asing lainnya mengikuti program pelatihan yang sama di negara asal bahasa asing yang mereka ajarkan di sekolah. Seperti diakui banyak guru dan akademisi Australia yang ditemui ANTARA dalam berbagai kesempatan, pihak lembaga pendidikan di mana mereka berada enggan mengambil risiko beban asuransi yang tinggi jika mereka tetap mengizinkan staf pengajar mereka berkunjung ke Indonesia gara-gara adanya travel advisory itu. Terlepas dari adanya hambatan "travel advisory", Indonesia dan Australia merupakan dua negara bertetangga dekat yang telah membangun kerja sama erat untuk merespons berbagai masalah internasional, seperti ancaman kontra terorisme, pencurian ikan, penyelundupan dan perdagangan manusia, flu burung, perubahan iklim dan dialog antariman. Di bidang perdagangan, investasi dan ekonomi, kedua negara juga memiliki kerja sama yang "sehat" dimana nilai perdagangan bilateral kedua negara mencapai 10,4 miliar dolar pada 2006-2007 dan nilai investasi mencapai 3,5 miliar dolar. Indonesia juga merupakan negara mitra penerima bantuan terbesar Australia pada 2007-2008, yakni 458 juta dolar Australia. Sebagai bagian terpenting bantuan itu adalah program pendidikan dasar senilai 355 juta dolar guna membantu rakyat Indonesia mendapatkan akses pendidikan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008