Bogor (ANTARA News) - Pengguna jasa kereta rel listrik (KRL) di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek) yang melanggar aturan, mulai Senin (11/2), diancam hukuman tiga bulan penjara atau denda Rp15 juta. Kepala Stasiun Bogor, Yuherman, mengatakan pengguna jasa KRL yang dinilai melanggar aturan adalah penumpang tidak memiliki tiket, berada di atas atap gerbong, berada di kabin masinis, berada di lok, serta berada di bagian gerbong lainnya yang bukan diperuntukkan bagi penumpang. "Selain penumpang, pedagang asongan, pengamen, dan pengemis, di dalam KRL juga melanggar aturan," kata Yuherman kepada ANTARA News di Bogor, Jumat. Dikatakannya semua pengguna jasa KRL, baik penumpang, pedagang asongan, pengamen, maupun pengemis, yang melanggar aturan akan dikenai sanksi, ancaman hukuman tiga bulan penjara atau denda Rp15 juta. Ancaman tersebut diberlakukan berdasarkan pasal 207 UU No.23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Kemudian, pasal 194 KUHP yakni perbuatan yang menyebabkan bahaya lalulintas kendaraan yang menggunakan bahan bakar uap atau mesin lainnya. Dijelaskannya, pemberian sanksi terhadap pengguna jasa KRL yang melanggar diberlakukan mulai Senin (11/2) besok, berkaitan dengan "Bulan Tertib Perkeretaapian" yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divisi Jabotabek, kepada seluruh janis KRL, baik ekspress, semi ekspress, maupun ekonomi. Impelementasinya, kata dia, mulai Senin besok, setiap rangkaian KRL akan diperiksa oleh sekitar 10 orang tim gabungan dari PT KAI, Kencana Lima, polisi, dan TNI. "Baik penumpang, pedagang asongan, pengamen, dan pengemis, yang tertangkap di atas KRL akan diberikan surat tilang dan akan diproses oleh polisi. Prosesnya diberlakukan sesuai sanksi dari UU Perkeretaapian dan KUHP," katanya. Para pelanggar yang tertangkap, kata dia, tidak ada damai di tempat, tetap akan diproses sesuai dengan prosedur hukum. Dengan diterapkannya "Bulan Tertib Perkeretaapian" ini diharapkan pengeoperasian KRL di Jabotabek bisa maksimal, baik penjualan tiket maupun pelayanannya. Para penumpang juga terbebas, dari banyaknya pedagang asongan, pengamen, dan pengemis di dalam KRL. Sejumlah pedagang asongan di stasiun KRL Bogor tampak kaget ketika ditanya soal rencana PT KAI akan melakukan razia terkait penerapan "Bulan Tertib Perkeretaapian". Mereka tampak pasrah dan bertanya-tanya, seperti diungkapkan dua orang pedagang asongan tahu Sumedang, Karta dan Budi, yang sudah berjualan asongan di atas KRL sekitar lima tahun. "Kami belum tahu kalau PT KAI akan memberlakukan hal tersebut. Kami baru dengar-dengar saja, tapi belum jelas. Kami juga belum mendapat penjelasan dari Stasiun Bogor," kata Karta. Diakuinya, kalau hanya berjualan di peron saja, penghasilannya akan jauh lebih rendah daripada berjualan di atas KRL. Diceritakan Karta dan Budi, omzet berdagang tahu sehari sekitar Rp100.000 dan dari jumlah tersebut penghasilannya hanya sekitar Rp20.000. "Penghasilan itu sudah kecil. Kalau besok kami tidak boleh dagang di atas kereta api, penghasilan kami jadi berapa," katanya pasrah. Dikatakanya, ia memilih menjadi pedagang asongan di KRL karena sangat sulit mencari pekerjaan yang layak.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008