Bandarlampung (ANTARA News) - Sejumlah warga yang menyatakan diri sebagai korban kesewenang-wenangan oknum aparat dan pemerintah semasa Orde Baru (Orba) berkuasa, secara tegas menolak memaafkan mantan Presiden Soeharto yang wafat belum lama ini. Mereka justru menuntut hak-hak mereka dipulihkan dan negara bertanggungjawab atas nasib buruk yang mereka alami. Mardi (60), warga Talangsari, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, Minggu, menegaskan sikap menolak memberi maaf kepada almarhum Soeharto. Hal itu mengingat selama memerintah dia justru mengalami tindakan yang semena-mena, terusir dari kampungnya, dan tidak bisa mendapatkan akses penghidupan sebagaimana mestinya yang berdampak sampai sekarang. "Siapa yang harus bertanggungjawab akibat semua itu, pastilah pemimpin pada saat itu, apalagi perlakuan buruk yang saya alami jelas akibat ulah aparat saat itu yang berkait dengan pemerintahan yang berkuasa," katanya pula. Dia ikut terusir pasca "penyerbuan" dan bentrok antara aparat militer dan kelompok pengajian Warsidi di Talangsari, pada 6-8 Februari 1989, 19 tahun lalu, dengan akibat berbekas sampai sekarang. Sejumlah korban Talangsari lainnya, antara lain Jayus (62), juga menolak memaafkan almarhum Pak Harto, mengingat apa yang dialami dirinya dan keluarga serta warga di sana hingga sekarang belum dapat dipertanggungjawabkan oleh pelakunya dan pemerintah atau negara juga belum berbuat apa-apa. Padahal mereka telah berupaya menuntut hak dan keadilan, termasuk mendesak pelaku Tragedi Talangsari itu diproses hukum sebagaimana mestinya. Penolakan memaafkan Pak Harto, juga diungkapkan, Umar (80), warga Kabupaten Lampung Utara, yang sempat "hilang" dari Lampung karena terkait dengan gerakan komunis tahun 1965. Dia mengungkapkan, perbedaan keyakinan politik yang dianut mereka harus menghadapi tindakan keras dan sewenang-wenang dari aparat militer dan negara pada saat itu. Akibat perlakuan diskriminatif dan semena-mena itu membuatnya hidup dalam kondisi terusir dan terasing sampai sekarang. Karena itu, dia menegaskan, tidak mungkin dapat memaafkan almarhum Soeharto yang dianggap sebagai tokoh utama dalam kebijakan anti komunis dan "pemberangusan" mereka yang dianggap terkait dengan komunis itu, walaupun hanya ikut-ikutan tanpa kenal belas kasihan sama sekali. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008