Jakarta (ANTARA News) - Berbagai kalangan mengingatkan pemerintah bahwa pembatasan premium dan solar bersubsidi dengan menggunakan" kartu pintar (smart card)" dapat menimbulkan kekacauan apabila pemerintah tidak menyiapkannya secara matang. Pendapat tersebut disampaikan anggota Komisi VII DPR Alvin Lie dan Sekjen Komite Indonesia untuk Penghematan dan Pengawasan Energi (Kipper) Sofyano Zakaria di Jakarta, Minggu. Hal serupa juga dikatakan Dirut Pertamina Ari Soemarno pada Jumat (8/2). Alvin Lie memperkirakan, pemakaian "smart card" akan menimbulkan kekacauan di lapangan yang berakibat distribusi premium dan solar akan terganggu. "Ekonomi akan stagnan dan inflasi tinggi. Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono, red) bisa tumbang, karena ini masalah sangat sensitif," ujarnya. Ia mencontohkan, uji coba pemerintah membatasi premium beberapa waktu lalu yang terbukti gagal total dan program konversi minyak ke elpiji juga morat-marit. "Sekarang mau main-main lebih besar lagi dengan pembatasan premium dan solar," katanya. Sofyano Zakaria juga mengatakan, konsep pembatasan dengan "smart card" belum teruji secara akurat sehingga berpotensi menimbulkan kekacauan. "Jangan hanya melihat penghematan subsidi BBM saja, tapi harus dilihat ongkos sosial politik yang mungkin ditimbulkannya," katanya. Alvin menyesalkan, sikap pemerintah yang belum mengajak bicara DPR terlebih dahulu soal pembatasan yang terkait asumsi dasar APBN tersebut. "Sampai detik ini, pemerintah belum pernah membicarakannya dengan Komisi VII DPR maupun komisi lain di DPR," ujarnya. Namun, Alvin menyarankan, agar kebijakan pembatasan premium dan solar dengan "smart card" dilakukan dengan sensus terlebih dahulu menyangkut siapa dan di mana penggunanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008