Jakarta (ANTARA News) - Enam anak almarhum mantan Presiden Soeharto yang diajukan kejaksaan sebagai ahli waris akan dipanggil ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara gugatan perdata terhadap penguasa Orde Baru itu. Ketua majelis hakim yang menangani perkara Soeharto, Wahjono, Selasa, mengatakan panggilan akan dilakukan sesegera mungkin, karena Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menerima nama-nama ahli waris Soeharto yang diajukan Kejaksaan. Keenam nama itu adalah Siti Hardiyanti Rukmana, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Soeharto, Hutomo Mandala Putra, Siti Hutami Endang Adiningsih. Keenam nama akan dipanggil untuk meneruskan kewajiban hukum almarhum ayah mereka dalam perkara perdata dugaan penyalahgunaan dana Yayasan Beasiswa Supersemar. Anak-anak Soeharto diharapkan hadir dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 19 Februari 2008. Pemanggilan akan dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena domisili keluarga Soeharto adalah Jakarta Pusat. "Pemanggilan melalui delegasi karena wilayahnya ada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Wahjono. Sidang yang akan dihadiri keenam anak Soeharto itu juga mengagendakan penunjukan kuasa hukum yang akan mewakili anak-anak Soeharto. Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN), Dachamer Munthe, berharap keenam anak mantan Presiden Soeharto bisa hadir di pengadilan, sehingga dapat memperjuangkan hak-hak hukumnya. Namun demikian, katanya, perkara tersebut akan tetap berlanjut, meski anak-anak Soeharto menolak hadir. Dachamer enggan menjelaskan ketika ditanya apakah nantinya tergugat I akan hilang dan hanya tersisa tergugat II (Yayasan Beasiswa Supersemar) jika anak-anak Soeharto menolak menjadi ahli waris. "Kita lihat nanti," katanya. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan yang pernah diketuai Soeharto itu. Kejaksaan juga menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Dachamer Munthe mengatakan yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Beasiswa Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa. Namun pada praktiknya tidak demikian dan diduga telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum seperti diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata. (*)

Copyright © ANTARA 2008