Palangka Raya (ANTARA News) - Gubernur Kalimantan Tengah A Teras Narang menilai langkah Menteri Kehutanan yang membawa persoalan tata ruang tiga provinsi, termasuk Kalteng, ke DPR RI sebagai upaya menghambat pembangunan daerah. "Bagi dua daerah lain mungkin hanya soal administrasi belaka, tetapi bagi Kalteng ini adalah sebuah masalah besar yang berlarut-larut," kata Teras, di Palangka Raya, Selasa. Menteri Kehutanan MS Ka`ban pekan lalu membawa persoalan tata ruang tiga daerah yaitu Kalteng, Kalsel, dan suatu kabupaten di Gorontalo, ke DPR RI dan meminta dibentuk Tim Terpadu untuk menyelesaikan tata ruang di ketiga daerah itu. Teras menilai, pembentukkan Tim Terpadu hanya akan memperpanjang prosedur penuntasan rencana tata ruang daerah, khususnya rencana tata ruang provinsi (RTRWP) Kalteng. Ia mengakui, telah terjadi pertentangan yang luar biasa antara pemerintah daerah di Kalteng dengan Departemen Kehutanan menyangkut soal status kawasan hutan. "Hal itu dibuktikan dengan tidak pernah disetujuinya Perda Nomor 8 Tahun 2003 tentang RTRWP Kalteng oleh Departemen Kehutanan," jelasnya. Menurut Teras, sejumlah kawasan yang menurut Perda RTRWP Kalteng merupakan kawasan pemukiman, pengembangan, dan penggunaan lainnya dianggap sebagai kawasan hutan produksi dalam Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Dephut. Bila pertentangan itu terus terjadi, Teras mengaku pesimis pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik karena terbentur penggunaan tata ruang. "Sejak Juli 2007 semua perijinan tata ruang untuk investasi di Kalteng telah dihentikan karena ketidakjelasan RTRWP. Kami harap stagnasi seperti ini tidak terjadi lama, tapi nampaknya prosedur tidak memungkinkan," keluh Teras. Gubernur bertekad segera menuntaskan persoalan prinsip tata ruang itu dengan mulai melakukan inventarisasi permasalahan, terutama soal pelanggaran yang terjadi. Pemprov Kalteng sebelumnya mengajukan Raperda RTRWP Kalteng, dengan luas areal kawasan lindung diusulkan seluas 2,291 juta hektar dari total luas wilayah Kalteng yang mencapai 15,3 juta hektar. Sementara kawasan budidaya disebutkan seluas 12,951 juta hektar, terdiri atas budidaya kehutanan seluas 6,435 juta hektar dan budidaya non kehutanan seluas 6,515 juta hektar. Pencadangan untuk pengembangan permukiman perkotaan dan perdesaan diarahkan pada kawasan permukiman dan penggunaan lainnya (KPPL) seluas 3,387 juta hektar, pencadangan pengembangan infrastruktur dan ruang publik termasuk KPPL, sebesar 10 persen atau 338.742 hektar. Pencadangan kawasan hutan pendidikan dan penelitian (HPP) didasarkan atas usulan kabupaten/kota seluas 59.009 hektar, dan hutan tanaman industri seluas 152.667 hektar. Mengacu pada data tersebut, sejumlah kalangan sebelumnya memperkirakan terdapat konversi hutan yang cukup luas hingga satu juta hektar untuk pengembangan kawasan budidaya non kehutanan yang kini mengalami stagnasi dari sisi perluasan areal baru akibat kehabisan lahan. Persoalan konversi hutan di Kalteng menjadi kawasan non hutan selama ini menjadi tarik ulur yang panjang antara Pemerintah daerah dengan Departemen Kehutanan yang mengisyaratkan kawasan hutan Kalteng harus tetap tersedia dalam jumlah besar sekitar 70 persen luas wilayah setempat.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008