Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto meminta semua pihak yang terkait dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Provinsi Maluku Utara (Malut) untuk berpikir jernih dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. "Kegiatan Pilkada ini untuk kepentingan bangsa dan negara. Pilkada bukan kegiatan yang justru akan memecah belah masyarakat, sehingga semua pihak saya minta berpikir jernih," katanya di Jakarta, Kamis, usai membuka seminar tertutup bidang hukum yang diselenggarakan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dalam kaitan itu, katanya, Depdagri juga telah mempelopori dengan tidak pernah ada keberpihakan kepada siapa saja, termasuk pada calon gubernur dan wakil gubernur. Menurut dia, sesuai UU, jika ada sengketa Pilkada yang tidak dapat diselesaikan oleh para penyelenggara pemilu (Komisi Pemilihan Umum) maka disepakati untuk diselesaikan secara hukum. "Karena itu, mari kita berikan kesempatan kepada aparat hukum. Depdagri tidak akan mengomentari apalagi ikut mencampuri persoalan hukum ini. Kita tunggu saja," katanya. Kalau dikatakan yang melakukan penghitungan ulang tidak sah, kata Mardiyanto, tentu MA juga akan memberikan penjelasan dari sisi mana yang dikatakan tidak sah. "Kalau kita beri kesempatan pada masing-masing institusi untuk bisa menjelaskan dengan jernih, saya yakin persoalan ini akan selesai," katanya. Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat menyatakan penghitungan suara ulang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Gubernur Maluku Utara di tiga kecamatan yaitu Ibu Selatan, Joilolo, dan Sahu Timur yang dilakukan di Jakarta, Senin (11/2), oleh KPU Malut ilegal karena dua orang anggota KPU Malut yang menghitung telah diberhentikan sementara. Pada Senin siang itu, KPU Provinsi Maluku Utara mengadakan penghitungan ulang suara di tiga kecamatan yaitu Ibu Selatan, Sahu Timur dan Jailolo. Menurut Ketua KPU Provinsi Maluku Utara yang dinonaktifkan, M. Rahmi Husein, penghitungan ulang sah dilakukan karena MA telah membatalkan keputusan KPU. Selain itu, keputusan KPU untuk menonaktifkannya dan Nurbaya dibatalkan oleh MA. Ia juga menegaskan penghitungan ulang dilakukan atas nama KPU Provinsi Maluku Utara. Namun, pernyataan Rahmi dibantah Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary. Ia membantah penonaktifan Rahmi dan Nurbaya dibatalkan. Ia mengatakan MA hanya membatalkan keputusan KPU tentang penetapan gubernur dan wakil gubernur terpilih serta berita acara penghitungan suara dan bukan hasil rapat pleno KPU yang memutuskan menonaktifkan Rahmi dan Nurbaya. Anshary mengatakan, KPU menghormati keputusan Mahkamah Agung dan tidak berniat untuk menghalangi. KPU justru mendorong agar penghitungan ulang dilakukan. "Silakan dilakukan penghitungan ulang tetapi jangan dilakukan oleh anggota KPU yang dinonaktifkan," katanya. Pada 16 November 2007 KPU Provinsi Maluku Utara menyatakan pasangan Thaib Armaiyn-Abdul Gani sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih Maluku Utara. Keputusan KPU Provinsi ini dinilai tidak sah oleh KPU pusat. Anshary mengatakan KPU Provinsi Maluku Utara belum membuat keputusan apapun karena setiap pleno yang dilakukan tidak menghasilkan keputusan, "Rapat tidak pernah selesai tapi dinyatakan selesai," katanya. Untuk itu, KPU pusat mengambil alih dan melakukan penghitungan ulang dan hasilnya pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim dinyatakan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih. Namun, pada 22 Januari 2008, MA menyatakan SK KPU Nomor 152/SK/KPU/2007 tentang Penghitungan Rekapitulasi Suara beserta keputusan derivatif yaitu SK Nomor 158/SK/KPU/2007 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, dibatalkan.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008