Brisbane (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mengultimatum Universitas Teknologi Curtin (CUT), Perth, Australia Barat, untuk tidak mengabaikan kelangsungan studi para mahasiswa penerima beasiswa TPSDP Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) RI akibat seringnya dosen pembimbing berganti. "Tidak adil jika mahasiswa tetap harus membayar uang kuliah sedangkan proses belajar tidak diperhatikan," kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di KBRI Canberra Dr.R. Agus Sartono, MBA dalam penjelasannya kepada ANTARA News, Kamis, sehubungan dengan hasil kunjungannya ke Perth 8 Februari lalu. Dalam kunjungannya itu, Agus mengatakan, ia sempat membahas masalah mahasiswa Indonesia penerima beasiswa TPSDP (Technological and Professional Skills Development Sector Project) Depdiknas itu dengan Prof. Kevin McKenna, Pro Vice-Chancellor bidang urusan Internasional CUT. Ia mengatakan, ia secara tegas menyampaikan kepada pihak CUT bahwa masalah seringnya gonta-ganti dosen pembimbing yang mengancam kelangsungan studi para mahasiswa Indonesia yang melanjutkan studi di universitas itu diharapkan tidak terulang lagi pada masa mendatang. "Saya tidak berharap masalah yang sama terulang kembali. Hal ini akan merusak kredibilitas universitas sendiri dan jika pergantian dosen pembimbing sering terjadi, maka tidak ada pilihan lain kecuali membuat rekomendasi kepada Mendiknas agar tidak mengirim lagi mahasiswa ke Curtin University of Tecnology," katanya. Agus Sartono menegaskan bahwa ia bukan tidak menyadari, CUT tidak mungkin menahan dosen untuk pindah jika mendapatkan tawaran yang lebih baik namun tidak pula adil jika kondisi internal CUT itu justru menempatkan para mahasiswa Indonesia di posisi riskan tanpa kontrol dari universitas. Namun, para mahasiswa Indonesia pun harus bekerja keras dan melakukan yang terbaik sehingga mereka pun bisa menyelesaikan studinya tepat waktu. Terkait dengan masalah dosen pembimbing di CUT itu, Agus Sartono mengatakan, ia mengusulkan tidak ada penggantian dosen pembimbing setidaknya selama dua tahun dan CUT juga harus menyediakan co-supervisor. "Prof. Kevin McKenna setuju dan akan mempertimbangkan tindak lanjut dengan stafnya segera," katanya. Agus Sartono lebih lanjut mengatakan, persoalan seringnya dosen pembimbing berganti-ganti dan kemudian mengancam nasib mahasiswa Indonesia itu menjadi penting untuk diperhatikan CUT mengingat tahun ini, akan datang 37 orang mahasiswa program doktor dari Indonesia yang dibiayai total oleh Depdiknas RI. "Karena itu, masalah ketersediaan alat praktikum dan seringnya dosen pembimbing berganti-ganti ini patut mendapat perhatian. Saya sudah menyampaikan supaya masalah yang sama tidak terulang kembali. Program ini merupakan pilot projek Depdiknas dan taruhannya adalah kredibilitas Mendiknas...," katanya. CUT merupakan perguruan tinggi terbesar di negara bagian Australia Barat dengan lebih dari 40 ribu orang mahasiswa. Dari jumlah itu, lebih dari 17 ribu orang di antaranya adalah mahasiswa asing dan sekitar 2.000 orang mahasiswa riset. Di antara belasan ribu mahasiswa asing di universitas yang mengusung nama mantan Perdana Menteri Australia John Curtin (1941-1945) itu, banyak yang berasal dari Indonesia. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008