Jakarta (ANTARA News) - Hamas menandaskan, meski menyadari akan kehilangan banyak nyawa dalam perang melawan Israel, Hamas akan terus meladeni Israel karena yakin bakal memenangkan Perang Gaza. "Kami mengirimkan pesan (pada Israel dengan terus menembakkan roket) bahwa kami tak akan menyerah.  Kami harus melawan Israel dan kami akan memenangkan pertempuran ini.  Kami tahu kami akan kehilangan banyak orang di sisi kami, tapi kami akan menang, insyallah," kata Deputi Kepala Biro Politik Hamas, Musa Abu Marzouq dalam wawancara dengan Aljazeera di Damaskus, Suriah, Jumat. Abu Marzouq memastikan, popularitas Hamas tidak akan jatuh karena serangan Israel, sebaliknya semakin Hamas diserang semakin besar dukungan rakyat Palestina dan dunia muslim terhadap Hamas. "Setelah Israel membunuh para pemimpin Hamas seperti Ahmed Yassin dan Ismail Abu Shanab, Hamas memenangkan pemilu dengan 76 kursi dari 132 kursi parlemen (Palestina).  Menggunakan cara-cara ini (kekerasan) tak akan menurunkan popularitas Hamas, sebaliknya malah menaikkannya," kata Abu Marzouq. Ia mengungkapkan, jika Israel tak bisa memperoleh semua tuntutannya dan tidak bisa menghentikan serangan roket Hamas ke wilayah Israel, maka itu berarti kampanye Israel di Gaza gagal. Abu Marzouq menyatakan Hamas tidak alergi berunding dan siap mengadakan gencatan senjata dengan Israel, namun tiga hal dipenuhi harus dipenuhi dahulu oleh Israel. "Pertama, agresi Israel mesti dihentikan.  (Kedua) semua pintu masuk (ke Gaza) harus dibuka, termasuk gerbang Rafah antara Jalur Gaza dan Mesir.  Akhirnya (ketiga), Israel mesti menarikdiri dari Jalur Gaza," tandas Abu Marzouq. Dia membela keputusan Hamas membidikan roket-roket ke Israel tanpa memastikan bahwa itu sasaran militer, dengan mengatakan itu adalah upaya pertahanan diri Palestina dari intimidasi Israel yang selalu menyerang kaum sipil pendukung Hamas. "Kami tidak mempunyai senjata cukup canggih untuk melancaran serangan dengan target jelas.  Kami hanya mengirim pesan (pada Israel), 'Kalian tak bisa memberi suasana aman di sisi kalian sampai kalian memberi rasa aman di sisi Palestina," katanya. Hamas terang-terangan mengatakan sedang berjuang mencapai kemerdekaan dan keamanan rakyat Palestina dengan mendirikan negara merdeka Palestina. Hamas juga menyatakan alasan sebenarnya agresi Israel adalah menumbangkan pemerintahan Hamas di Jalur Gaza yang dirancang mereka sejak Hamas memenangkan pemilu Palestina 2006, sehingga bohong jika Israel menyerang Gaza dengan alasan menghentikan serangan roket Hamas. "Mereka gagal menghasut rakyat (Palestina) untuk memberontak terhadap Hamas di Jalur Gaza akibat (tekanan) embargo ekonomi mereka.  Mereka mendorong Fatah berhadapan dan memerangi Hamas, tapi kami mengalahkan Fatah di Jalur Gaza, sehingga kemudian Israel memutuskan menghadapi kami langsung," terang Abu Marzouq. Dia menjelaskan alasan Hamas tak mau memperbarui perjanjian sebelum ini mengenai gencatan senjata enam bulan dengan Israel, karena negara Yahudi itu tidak mau membuka pintu-pintu perbatasan Gaza ke dunia luar sehingga mereka membunuh pelan-pelan rakyat Palestina. "Rakyat Palestina sering bertanya, apa manfaatnya gencatan senjata untuk kita?  Untuk itulah, kami tidak memperbarui kesepakatan (gencatan senjata) itu," katanya. Mengenai hubungan Hamas dengan Fatah, Abu Marzouq menandaskan, Hamas siap merangkul Fatah, namun prioritas mendesak Palestina kini adalah semua komponen Palestina mesti berdiri melawan agresi Israel. "Setelah kami menyelesaikan pertempuran ini, saya kira kami bisa berbicara mengenai rekonsiliasi dan persatuan kembali dengan Fatah.  Kami menyambut terbuka setiap negosiasi atau dialog antara Fatah dan Hamas guna mengakhiri perpecahan diantara Palestina," janjinya. Manakala Aljazeera menanyakan pandangan Hamas tentang sikap pemerintahan baru Washington pimpinan Presiden AS terpilih Barack Obama, Abu Marzouq menyampaikan pernyataan yang hati-hati dengan mengatakan Hamas tak bisa mengevaluasi sesuatu yang akan terjadi di masa depan. "Kami tahu di Senat AS suara Hillary Clinton selalu membela Israel, tetapi mungkin akan ada beberapa perbedaan jika dia menjadi menteri luar negeri (AS)," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009