Bangkok (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Thailand pada Jumat mundur atas tanggapan menyarankan bahwa pemerintah baru negara itu akan mempertimbangkan memberi tingkat swatantra bagi wilayah selatan, yang berpenduduk sebagian besar suku Melayu. "Saya meninggalkan apa pun, yang saya sudah katakan, termasuk seruan mendirikan daerah istimewa. Selatan akan menjadi daerah biasa seperti ke-76 propinsi kami," kata Chalerm Yubamrung kepada wartawan. Perbalikan sikapnya itu terjadi hanya tiga hari sesudah ia menyuarakan kerelaan mempertimbangkan pemerintahan mandiri untuk tiga propinsi bergolak di selatan, Narathiwat, Pattani dan Yala. "Saya ingin menegaskan bahwa kemungkinan swatantra, tapi akan membicarakan jenis pemerintahan, yang akan diberikan," kata Chalerm kepada wartawan pada Selasa. Ia mengatakan bahwa Thailand akan mempertimbangkan swatantra seperti di wilayah paling barat Cina, Xinjiang, yang merupakan daerah swatantra berpenduduk sebagian besar beragama Islam, sebagai contoh, yang mungkin untuk propinsi itu. "Kita tidak dapat membiarkan lagi begitu banyak serangan bom, yang menelan korban jiwa itu. Kita harus melakukan tindakan untuk memperbaiki keadaan dan tidak hanya menunggu dibunuh," katanya. Chalerm mengatakan bahwa tidak sama seperti yang digantikannya, ia tidak akan sering mengunjungi daerah selatan itu dan menyatakan kunjungan seperti itu hanya menambah kekerasan. "Pejuang membalas dengan keras bila seorang menteri utama pemerintah mengunjungi daerah itu," katanya. Chalerm juga mengisyaratkan bahwa badan intelijen tetap yakin bahwa gerilyawan bisa berusaha memperluas kegiatan mereka dan kemungkinan serangan bom di pusat niaga Hat Yai di selatan atau bahkan di Bangkok. Ia mengatakan bahwa klab malam di daerah selatan pada umumnya berada dalam bahaya, karena gerilyawan menganggap tempat itu sebagai tempat maksiat. Chalerm mengatakan akan meminta pejabat setempat untuk mempertimbangkan pembatasan baru terhadap kehidupan malam itu. Lebih dari 2.900 orang tewas dalam hampir tiap hari pembakaran, pemboman dan penembakan di selatan itu, yang berbatasan dengan Malaysia, sejak perlawanan meledak pada Januari 2004, demikian AFP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008