tinggi muka air di lahan gambut menunjukkan kondisinya benar-benar mengkhawatirkan
Jakarta (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut (BRG) mengingatkan setidaknya ada empat provinsi berstatus bahaya kebakaran lahan gambut dalam pekan ini yang diperoleh dari Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (Sipalaga).

"Sipalaga bisa dipantau secara 'real time. Jadi, bisa menjadi peringatan dini'," kata Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan BRG Haris Gunawan di Jakarta, Selasa.

Keempat provinsi itu, yakni Riau, Jambi, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, dari tujuh provinsi yang menjadi tanggung jawab BRG untuk restorasi lahan gambut.

Sipalaga bekerja dengan memantau tinggi muka air (TMA) di lahan gambut yang idealnya tidak boleh kurang dari 0,4 meter dari permukaan.

Menurut Haris, Sipalaga akan mendeteksi secara otomatis titik-titik lahan gambut yang kondisi TMA-nya di bawah 0,4 meter yang dikategorikan awas kebakaran.

Bahkan, ia menegaskan TMA di lahan gambut yang ada di empat daerah itu ada yang sudah di bawah 1 meter sehingga menunjukkan kondisinya benar-benar mengkhawatirkan.

"Kalau minggu lalu, tiga daerah yang berstatus awas, yakni Riau, Jambi, dan Kalbar. Makanya, Riau ini kan masih terjadi kebakaran lahan. Jadi, bisa berubah tergantung kondisi di lapangan," katanya.

Di bawahnya, kata dia, status siaga, yakni Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan, sementara Provinsi Papua sejauh ini berada pada level aman.

Dibentuk pada 2016, BRG diberi tugas mengkoordinasikan dan memfasilitasi restorasi gambut pada Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumsel, Provinsi Kalbar, Provinsi Kalteng, Provinsi Kalsel, dan Provinsi Papua.

Haris mengatakan perekapan data monitoring Sipalaga dilakukan setiap minggu, menyikapi ancaman kebakaran lahan seiring kekeringan di sejumlah daerah.

Diakui dia, langkah tersebut merupakan bentuk antisipasi terjadinya musim kemarau berkepanjangan pada tahun ini, khususnya periode Juli-Agustus 2019.

"Rekap data monitoring kami kirimkan ke berbagai lembaga sesuai tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi), serta kewenangannya," kata Haris.

Sementara itu, hasil kajian Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Kelompok Advokasi Riau (KAR) di wilayah Riau pada kurun waktu Januari-Maret 2019 menunjukkan terdapat sebanyak 737 titik api (hotspot) di Provinsi Riau dan 96 persen di antaranya berada di wilayah prioritas restorasi gambut.

Berdasarkan tipologi kawasan, dari 737 titik api, sebanyak 705 titik api berada di lahan gambut dengan kedalaman 2-4 meter.

Dari 12 kabupaten dan kota di Provinsi Riau, hanya dua kabupaten/kota yang tidak ditemukan titik api.


Baca juga: BNPB tambah helikopter pengebom air ke Riau
Baca juga: Akademisi sebut merupiahkan kayu tak bernilai bisa cegah Karhutla
 

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019