Jakarta (ANTARA News) - Anak-anak mantan Presiden Soeharto (alm), Selasa, mangkir dalam sidang perkara perdata dugaan penyelewengan dana Yayasan Beasiswa Supersemar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bukan hanya mangkir, tim kuasa hukum ahli waris Soeharto juga tidak menyerahkan surat kuasa kepada majelis hakim. Padahal, sebelumnya majelis telah memanggil enam anak Soeharto untuk hadir di persidangan, atau paling tidak mewakilkan kepada penasihat hukum melalui surat kuasa. Keenam anak Soeharto itu adalah Siti Hardiyanti Rukmana, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Soeharto, Hutomo Mandala Putra, Siti Hutami Endang Adiningsih. Menyikapi hal itu, ketua majelis hakim Wahjono menegaskan pemanggilan terakhir kepada ahli waris Soeharto untuk hadir dalam sidang berikutnya atau diwakili oleh kuasa hukum yang dibuktikan melalui surat kuasa. "Jika ahli waris tergugat I tidak hadir, majelis menyatakan yang bersangkutan telah melepaskan haknya untuk membela kepentingannya," kata Wahjono, dalam sidang yang berlangsung kurang dari sepuluh menit itu. Sidang ditunda selama satu minggu hingga 26 Februari 2008. Alih-alih menyerahkan surat kuasa, kuasa hukum keluarga Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar, Juan Felix Tampubolon, justru menyerahkan surat permohonan dari salah satu anak Soeharto, Sigit Harjojudanto, untuk menghadirkan ahli hukum perdata di persidangan. Felix membantah tidak diserahkannya surat kuasa kepada majelis hakim karena surat kuasa itu belum dibuat. "Sebenarnya surat kuasa itu sudah dibuat dan ditandatangani," kata Felix setelah sidang. Felix menjelaskan, tim kuasa hukum keluarga Soeharto memilih untuk menunda penyerahan surat kuasa karena tim kuasa hukum ingin agar sidang menghadirkan ahli perdata untuk menjelaskan kedudukan ahli waris dalam hukum perdata. Oleh karena itu, tim kuasa hukum menyerahkan surat dari Sigit yang berisi permohonan menghadirkan ahli hukum perdata, Prof. DR. Bustanul Arifin. Menurut Felix, kedudukan ahli waris tidak diatur secara rinci dalam hukum acara perdata. Kedudukan ahli waris sepeninggal pihak pemberi waris hanya diatur dalam yurisprudensi atau putusan Mahkamah Agung (MA). "Karena itu ahli waris ingin mendapatkan penjelasan lebih dulu, supaya nanti jelas bagaimana kedudukan mereka dalam berperkara," kata Felix. Tentang kehadiran ahli waris dalam persidangan, Felix menegaskan kliennya tidak akan pernah hadir. "Saya jelaskan, kalau kehadiran secara fisik tidak akan terjadi," katanya. Menurut dia, dalam perkara perdata, pihak yang berpekara dapat diwakili oleh kuasa hukumnya. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan tersebut yang pernah diketuai Soeharto. Kejaksaan menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachamer Munthe mengatakan yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Beasiswa Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum seperti diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata. (*)

Copyright © ANTARA 2008