Surabaya (ANTARA News) - Provinsi Jawa Timur yang saat ini menjadi penghasil beras kedua terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, terancam mengalami defisit beras pada 2028 mendatang, akibat terus menyusutnya luas areal pertanian di daerah setempat. Pernyataan itu dikemukakan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim, Dr Soekarwo pada acara sosialisasi pengadaan gabah/beras tahun 2008 di Aula Perum Bulog Divisi Regional Jatim di Surabaya, Rabu. "Produksi beras di Jatim akan terus menurun sejalan dengan penurunan luas tanam, sementara konsumsi beras dari masyarakat terus meningkat. Jika tidak ada intervensi pemerintah, Jatim bisa mengalami defisit beras," ujarnya. Acara sosialisasi pengadaan beras itu dihadiri Dirut Perum Bulog Mustafa Abubakar, Dirjen P2HP Deptan Prof Djoko Said Damarjati, pejabat Bulog se-Jatim, Dinas Pertanian, perwakilan petani dan pihak terkait lainnya. Soekarwo mengatakan, Jatim merupakan daerah penyangga beras kedua nasional dengan produksi sekitar 9 juta ton dari luas areal panen padi mencapai 1,69 juta hektar dan produktivitas 5,3 ton per hektar. Tanpa menyebut angka, Soekarwo menambahkan bahwa luas areal pertanian di Jatim terus menyusut, akibat konversi lahan menjadi non-pertanian. "Jika diasumsikan luas hasil panen menurun 0,2 persen per tahun, produktivitas padi 5,34 ton per hektar dengan peningkatan jumlah penduduk 0,83 persen setiap tahun dan konsumsi beras 109,22 kg per kapita, maka produksi beras Jatim akan terus menurun," katanya. "Ketika produksi menurun, sementara konsumsi meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk, diramalkan Jatim akan mengalami defisit beras pada 2028 mendatang. Ini perlu perhatian dan intervensi dari pemerintah," tambah Soekarwo. Ia menambahkan ketersediaan pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan suatu wilayah. Jatim menjadi salah satu provinsi yang berperan vital dalam menjaga ketersediaan pangan nasional. Menurut Soekarwo, luas panen khususnya padi di Jatim telah mengalami penurunan, dengan trend setiap tahun sekitar 0,58 persen. Penurunan itu akibat makin berkurangnya luas sawah yang diperkirakan mencapai 3.800 hektar per tahun. "Sementara peningkatan produktivitas padi di Jatim relatif kecil, hanya sekitar 0,19 persen setiap tahun," ujarnya. Soekarwo berharap Inpres nomor 3 tahun 2007 tentang kebijakan perberasan, memiliki dampak besar terhadap stabilitas harga gabah dan beras di dalam negeri, sehingga menguntungkan pendapatan petani. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008