Kota Meksiko (ANTARA News) - Selama beberapa dasawarsa sebagai salah satu tokoh paling dominan di Amerika Latin, pemimpin Kuba Fidel Castro dipuji berkat keberaniannya menentang AS, tetapi pemerintahan otoriternya kini tidak lagi menjadi panutan bagi kawasan itu. Castro, yang mengumumkan pengunduran dirinya Selasa, telah mengilhami dan mendanai gerakah gerilya di seluruh Amerika Latin dan merupakan 'pahlawan' bagi jutaan kawula muda beraliran kiri. Namun Amerika Latin telah beralih dari konfrontasi gaya-Perang Dingin dan merangkul demokrasi dari perbatasan Meksiko-AS hingga ujung selatan Patagonia ketika Castro menolak mengizinkan oposisi atas pemerintahan komunisnya. "Orang berpikir ia telah ketinggalan zaman...dan hanya tidak ingin bergerak maju berdasar satu tipe agenda progresif dan saya kira itulah perasaan yang bertahan di seluruh Amerika Latin," kata Andres Rosenthal, seorang bekas diplomat senior Mesksiko. Raksasa Amerika Latin Meksiko, Brazil dan Argentina telah meninggalkan kediktatoran dan pemerintahan satu partai dalam seperempat abad lalu, meskipun kemiskinan yang mendalam dan ketidaksamaan masih tertinggal. Sekutu Kuba, yakni pemerintah Venezuela, Nikaragua dan Bolivia semuanya, semuanya berkuasa melalui pemilihan. Presiden Venezuela Hogo Chavez, teman terbaik Castro di kawasan itu, bahkan kalah dalam referendum tahun lalu mengenai perpanjangan kekuasaannya. Banyak pemimpin regional telah meminta pada Kuba untuk bersikap terbuka. "Ketika peran politik Fidel Castro akan berakhir, kami ingin petama-tama dari semuanya adalah pada peralihan yang damai dan tertib kekuasaan menuju jalan demokratis," kata PM Peru, Jorge del Castillo, kepada Reuters. Saudara laki-laki dan diduga akan menjadi pengganti pemimpin Kuba itu, Raul Castro, telah meningkatkan harapan akan perbaikan ekonomi, tetapi dianggap tidak mungkin untuk membuat perubahan politik yang tegas. Presiden Evo Morales dari Bolivia, seorang sekutu Castro, memujinya. "Keluarga revolusioner akan merasakan ketidakhadiran seorang komandan, presiden anti imperialis yang telah memberikan hidupnya untuk membebaskan rakyatnya itu," kata Morales, presiden pribumi pertama Bolivia. Berani melawan Washington Castro telah menurunkan angka kebutaaksaraan dan mengadakan perawatan kesehatan gratis, sementara banyak pemerintah Amerika Latin gagal memberikan perawatan pada warga miskin dan sakit mereka. Kuba memiliki 25.000 dokter yang bertugas di 66 negara berkembang, kebanyakan di Amerika Latin dan Caribea. Penentangan Castro atas AS memperoleh dukungan luas di kawasan yang sering merasakan telah didominasi secara tidak adil oleh Washington, yang telah memperketat embargonya yangtelah berlangsung selama beberapa dasawarsa terhadap Kuba di bawah Presiden George W. Bush. "Hal yang paling dikagumi mengenai dia adalah berani menghadapi AS selama sepanjang tahun-tahunnya itu," kata Rosenthal, duta besar Meksiko dan London. Pada saat Perang Dingin, sekutu-Soviet Castro membiayai perang gerilya terhadap pemerintah pro-AS di Nikaragua, Bolivia dan El Salvador. "Kuba menyebarkan contohnya ke seluruh Amerika Latin karena apa yang mereka maksudkan bahwa anda dapat menghadapi Amerika dengan berhasil," kata Cesar Montes, seorang bekas pemimpin gerilyawan Guatemala yang juga berjuang dalam kampanye di Nikaragua dan El Salvador. Presiden Salvador Tony Saca, sekutu dekat Bush yang telah mengirim tentara ke Irak, menyerukan demokrasi. "Tidak cukup bagi diktator itu untuk mengatakan, `Saya akan pergi. Saya tidak dapat melakukan tugas lagi`. Ia juga harus membolehkan pemilihan bebas," kata Saca. Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, seorang beraliran kiri moderat, melukiskan Castro sebagai "legenda" dan memprediksikan transisi cepat di bawah Raul Castro. "Perubahan akan terjadi dalam cara yang lebih tertib dengan prakarsa datang dari Fidel sendiri," kata Lula. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008