Yogyakarta (ANTARA News) - Krisis energi listrik yang terjadi saat ini tidak dapat dilepaskan dari pola hidup masyarakat yang belum dapat memanfaatkan listrik secara efisien, masih boros, sehingga pemerintah perlu melakukan penataan ulang tarif listrik. "Penataan kembali tarif listrik mendesak dilakukan, karena saat ini pola masyarakat dalam penggunaan energi listrik sangat boros. Dengan pembaruan tarif masyarakat akan terdorong untuk menghemat listrik," kata Ketua Jurusan Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr Tumiran, Kamis. Menurut dia, sistem tarif yang berlaku saat ini masih menguntungkan masyarakat mampu yang seharusnya dikenai beban biaya tarif listrik nonsubsidi. "Saat ini orang kaya maupun miskin membayar tarif listrik dengan beban yang sama, bahkan perilaku orang kaya sangat boros dalam penggunaan listrik seperti untuk lampu taman yang cenderung berlebihan," katanya. Ia mengatakan, PLN memang telah membedakan beban tarif listrik sesuai dengan jumlah penggunaan, namun ini masih terlalu murah dan belum mampu menutup biaya produksi listrik. "Tarif yang berlaku saat ini masih di bawah biaya produksi listrik, karena harga jual listrik sekarang sekitar Rp650 per KWH, sedangkan biaya produksi sekitar Rp950 per KWH," katanya. Ia mengatakan, penataan tarif ini tetap harus memperhatikan kepentingan masyarakat miskin. "Subsidi listrik untuk keluarga miskin tetap harus ada, bahkan jika memungkinkan harus lebih murah lagi," katanya. Tumiran juga mengingatkan, selain penataan tarif, PLN juga harus memperbaiki manajemen perusahaan sehingga pelayanan listrik di masyarakat tidak terganggu dan jangan sampai ada pemadaman bergilir. "Krisis listrik dengan alasan pasokan batu bara yang terhambat cuaca sebenarnya tidak perlu terjadi jika PLN melakukan pengaturan yang baik," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008