Jakarta (ANTARA News) - Subowo Purnomo alis Erwin berjalan dengan menundukkan kepala ketika digiring tiga polisi menuju gedung Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, pekan lalu. Dengan memakai baju tahanan berwarna biru bertuliskan "Tahanan Dit V/KT Bareskrim Polri", Erwin bersama 13 tersangka lain tidak menjawab dengan sepatah katapun ketika beberapa wartawan berusaha bertanya soal kasus yang menimpanya. Ia dan kawan-kawannya memilih menghadap tembok untuk menghindari jepretan kamera beberapa wartawan foto dan juru kamere stasiun televisi. "Erwin itu yang mana..?," tanya Kabareskrim, Komjen Pol Bambang Hendarso Dahuri. Merasa namanya dipanggil, Erwin membalikkan badan hingga wajahnya terlibat dan setelah itu ia kembali menghadap tembok. "Erwin ini sudah empat kali masuk penjara dalam kasus yang sama dalam kejahatan kartu kredit," kata Bambang Hendarso. Kendati empat kali tertangkap polisi, namun ia lolos dari kasus narkoba dan hanya terungkap kejahatan kartu kredit. Baru setelah ditangkap polisi untuk yang kelima kalinya terungkap bahwa Erwin ternyata seorang bandar narkoba. Erwin ternyata adalah orang kepercayaan Simon (WN Malaysia) yang kini menjadi buron setelah mengirimkan 417 butir ekstasi yang ditemukan polisi di Kelapa Gading, Jakarta Utara, 3 Desember 2007. "Tersangka Erwin inilah yang mengedar ekstasi yang dikirimkan oleh Simon dari Malaysia," kata Bambang. Selain diduga memasok jutaan ekstasi sejak pertengahan 2007 ke Indonesia, Simon juga memasok hologram pengaman kartu kredit kepada Erwin. Erwin mengaku telah memalsukan kartu kredit ini selama lima tahun. Tersangka ini belajar membuat kartu kredit dari Simon juga. Untuk membuat kartu kredit palsu, Erwin bekerja sama dengan tersangka Arco Harjuna Simorangkir sebagai penyedia bahan atau bentuk fisik kartu kredit. Sedangkan untuk mencetak huruf timbul kartu kredit, Erwin bekerja sama dengan tersangka Jerry Setiawan. Data-data kartu kredit yang akan dipalsukan diperoleh dari tersangka Ahpriadi yang memiliki keahlian dalam bidang teknologi informatika. Ahpriadi ini pernah mengikuti kursus hipercom di Hongkong, Singapura, Australia dan Filipina.Tidak itu, saja Erwin juga menggaet seorang mantan karyawan penyedia layanan kartu kredit. Data-data kartu kredit dari bank dicuri dengan cara menyadap dengan memakai alat khusus saat ada transaksi antara bank dengan toko atau kios yang menerima pembayaran dengan kartu kredit. "Dengan alat yang harganya tidak sampai Rp300 ribu semacam ini, seluruh data kartu kredit dapat diambil hingga jutaan nomor kartu kredit," kata Bambang sambil mengangkat satu rangkaian elektronik yang diduga dipakai untuk menyadap data kartu kredit. Dengan bekerja sama dengan orang-orang yang "ahli" di bidangnya masing-masing itu, Erwin selama lima tahun terakhir ini mampu menjual antara 50 hingga 100 unit kartu kredit palsu per bulan. Satu kartu dijual antara satu hingga dua juta rupiah. Pesta Shabu Pengungkapan sindikat kartu kredit ini bermula dari kasus narkoba dan polisi yang menangani kasus ini tidak mengira akan menemukan sindikat kartu kredit palsu skala internasional. Awalnya, polisi menggeregek pesta shabu di salah satu kamar di Apartemen Puri Kemayoran dengan menangkap basah delapan orang yang sedang mengonsumsi shabu lengkap dengan 56,6 gram shabu dan satu alat hisap. Di tempat ini, polisi menangkap Erwin dan tujuh rekannya. Dalam penggeledahan, polisi menemukan 20 kartu kredit. Setelah berkoordinasi dengan Asosiasi Penyelenggara Kartu Kredit Indonesia (APKKI), polisi memastikan bahwa 20 kartu kredit itu palsu. Ketika menggeledah rumah Erwin di Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara, polisi menemukan 20 kartu kredit kosong dan dokumen data kartu kredit. Dari bukti dan keterangan dua lokasi inilah, polisi kemudian menangkap sejumlah anggota jaringan lain dan menggeledah rumahnya di beberapa tempat terpisah di Jakarta serta sekitar Jakarta. Sebanyak 14 tersangka termasuk Erwin tertangkap namun sayang Simon gagal ditangkap karena masih bersembunyi di Malaysia. "Kami sudah koordinasi ke polisi Malaysia agar Simon ditangkap lalu dibawa ke Indonesia," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba dan Kejahatan Terorganisir Bareskrim Polri, Brigjen Pol Indradi Thanos. Barang bukti yang disita antara lain 160 mesin gesek kartu kredit, tiga mesin cetak kartu kredit, tiga koper kartu kredit yang belum diisi data, empat paspor, 87 KTP, satu hardisk isi program data kartu kredit, satu buku isi konfigurasi jaringan bank, satu flash disk isi 1,2 juta nomor kartu kredit, satu CPU isi nomor kartu kredit dan satu laptop isi 2,4 juta nomor kartu kredit. Transaksi Narkoba? Meskipun mafia kartu kredit palsu ini juga menjadi bandar besar narkoba, Polri belum dapat memastikan apakah kartu ini dipakai untuk transaksi narkoba. "Dugaan kartu kredit ini untuk jual beli narkoba mungkin saja terjadi tapi kami belum dapat memastikan kebenarannya," kata Indradi Thanos. Ia menyatakan, kartu kredit buatan Erwin ternyata bisa diterima belanja tidak saja di Indonesia tapi juga di luar negeri hingga Eropa. "Ada kartu kredit palsu yang dipakai untuk membeli tiket pesawat dari Perancis ke Inggris," katanya. Polisi meyakini, kartu kredit ini juga dipakai oleh anggota jaringan narkoba di Jakarta untuk bertransaksi tidak saja narkoba tapi untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari termasuk membayar kamar hotel. "Yang pasti, dengan kartu kredit palsu ini mereka dapat membeli barang-barang berharga lalu diuangkan kembali. Ujung-ujungnya, ya dapat duit juga. Ini sama dengan jualan narkoba yang dapat duit juga," ujarnya. Terbesar Ketua Dewan Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Kartu Kredit Indonesia (APKKI), Wiweko Probojakti mengatakan, kasus pengungkapan kartu kredit palsu oleh Mabes Polri kali ini merupakan yang terbesar selama ini apalagi melibatkan warga negara asing. Ia menyatakan, para pengguna kartu kredit palsu ini umumnya dapat membobol uang milik pemegang kartu kredit pihak lain dengan memanfaatkan berbagai kelemahan toko dan pusat perbelanjaan. "Toko yang masih baru mudah dijadikan tempat membobol kartu kredit sebab kasirnya biasanya belum berpengalaman atau belum terbiasa dengan kartu kredit. Demikian juga toko yang mau tutup atau toko yang sedang ramai juga rawan akan kejahatan kartu kredit," katanya. Hingga kini, belum dapat diketahui jumlah kerugiannya akibat ulah Erwin dan kawan-kawannya namun diperkirakan mencapai ratusan miliar. Ia mengakui bahwa kejahatan kartu kredit di Indonesia menimbulkan kerugian cukup besar, namun yang lebih penting bukan masalah jumlah kerugian tapi kepercayaan dunia terhadap Indonesia bisa menurun. "Sebagian besar turis asing di Indonesia menggunakan kartu kredit untuk transaksi," katanya. Untuk mengatasi hal itu, Wiweko Probojakti mengatakan, semua kartu kredit yang diterbitkan oleh penyelanggara kartu di Indonesia akan dilengkapi dengan "chip card" untuk mencegah terjadinya kartu kredit palsu. Menurut dia, chip yang akan dipasang di kartu kredit itu diyakini akan dapat mengurangi kasus pembobolan kartu kredit dengan menggunakan kartu kredit palsu. "Chip yang dipakai tidak bisa ditembus (oleh para pembobol kartu kredit). Ini yang membedakan kartu kredit saat ini dimana kartu kredit tidak memakai chip sehingga susah membedakan mana yang asli dan mana yang palsu," katanya. Pada tahun 2007, jumlah kartu kredit di Indonesia sebanyak 9,1 juta kartu dengan nilai transaksi Rp72 triliun. Nilai ini terjadi dalam 246 juta transaksi atau 246 transaksi per menit.(*)

Oleh Oleh Santoso
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008