Dili (ANTARA News) - pemerintah Timor Timur meminta pemangku jabatan presiden memperpanjang keadaan darurat selama 30 hari lagi, yang dipicu serangan pemberontak terhadap dua pemimpin tertinggi negara itu, kata pernyataan pemerintah, Kamis. "Dewan Menteri memutuskan meminta pemangku jabatan presiden republik ini memperpanjang keadaan darurat dengan 30 hari lagi," katanya tanpa menyebutkan alasannya. Keadaan darurat itu semula diberlakukan akibat percobaan pembunuhan atas Presiden Jose Ramos-Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao pada 11 Februari. Aturan itu diperpanjang dua hari kemudian untuk 10 hari dan keadaan darurat saat ini akan berahir pada 23 Februari. Dalam keadaan darurat, jam malam diberlakukan dan perkumpulan serta unjukrasa dilarang. Ramos-Horta, penerima penghargaan Nobel perdamaian, menderita beberapa luka tembak akibat penyerangan di tempat tinggalnya, yang menewaskan pemimpin pemberontak Alfredo Reinado, sementara Xanana lolos tanpa cedera dariserangan terpisah. Ketakutan awal akan kerusuhan oleh pendukung muda Reinado tak terbukti, tapi perburuan oleh tentara asing serta polisi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan polisi negara atas 17 pemberontak, yang dituduh terlibat dalam serangan itu, berlangsung. Kepolisian Timor Timur menahan lebih dari 200 orang pelanggar undang-undang darurat itu, kata polisi di Dili pada Senin. Pasukan polisi bersama pasukan asing dan angkatan bersenjata Timor Timur melancarkan gerakan terhadap pemberontak, yang diyakini terlibat dalam upaya pembunuhan pada pekan sebelumnya itu. Mateus Fernandes, komandan gerakan kepolisian, mengatakan kepada kantor berita Inggris Reuters bahwa 200 orang ditahan akibat melanggar jam malam, termasuk tentara sedang mengendarai mobil dan motor pada malam hari. "Lebih dari 200 orang ditahan oleh polisi untuk diperiksa. Mereka tidak mematuhi peraturan negara dan berjalan-jalan di sekitar kota pada waktu jam malam," kata Fernandes. Negara terbaru Asia itu tak mampu mengatasi kekacauan keamanannya sejak merdeka. Dili mengalami kekacauan pada 2006 ketika sekitar 600 tentara dipecat, yang memicu kerusuhan antar-kelompok, yang menewaskan 37 orang dan menyebabkan 150.000 orang mengungsi. Pasukan asing diperlukan untuk memulihkan tatanan di negara bekas jajahan Portugis dan berpenduduk sekitar satu juta orang itu, yang mendapatkan kemerdekaan dari Indonesia pada 2002, setelah penentuan pendapat rakyat, yang ditaja Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1999 dan dikotori kekerasan. Pemangku jabatan presiden Timor Timur pada tengah pekan lalu menyatakan secara resmi menyetujui perpanjangan keadaan darurat itu. "Saya menyetujui dan secara resmi mengumumkan perpanjangan keadaan darurat, seperti diusulkan pemerintah, selama 10 hari sampai 23 Februari," kata Fernando de Araujo, ketua parlemen, kepada kantor berita Prancis AFP. Xanana meminta perpanjangan itu dan parlemen menyetujuinya. Ia menyatakan larangan itu bertujuan "menjaga ketenteraman". Xanana beberapa jam sesudah kejadian itu mengumumkan keadaan darurat akan diberlakukan di seluruh negeri sedikit-dikitnya 48 jam. Jam malam itu "mencabut hak bergerak bebas, yang berarti bahwa orang tidak dapat berjalan-jalan berkeliling dan setiap orang harus tetap tenang di rumah dari pukul delapan malam", kata Xanana dalam pernyataan tertulisnya. "Kami akan tetap bersama secara tenang dalam menanggulangi masalah ini," kata Xanana. (*)

Copyright © ANTARA 2008