Paris (ANTARA News) - Keberhasilan Prancis meraih tiga Piala Oscar, termasuk penghargaan utama aktris terbaik, muncul sebagai rahmat bagi industri film Prancis yang saat ini dilanda kecemasan kehilangan dukungan pemerintah bagia kelangsungan hidupnya. Presiden Nicolas Sarkozy sendiri, yang kebijakan pemotongan anggaran pemerintahnya menjadi dasar kekhawatiran industri film, menyatakan dalam pesannya bahwa tiga Oscar Prancis "menggambarkan keunggulan perfilman Prancis, yang terus berjaya sepanjang waktu." Namun demikian, kurang dari 48 jam sebelum ajang penghargaan Hollywood itu digelar, acara tahunan pemberian penghargaan milik Prancis sendiri, Cesars, memamerkan berbagai film yang diputar di berbagai bioskop Prancis dan televisi negara itu. Ketika acara Cesars berlangsung, dimana Marion Cotillard meraih Cesars sebagai aktris terbaik berkat perannya sebagai penyanyi legendaris Edith Piaf, sekitar 200 dari sekitar 1.000 gedung kesenian dan bioskop menutup pintu mereka sebagai protes terhadap kemungkinan dipangkasnya subsidi kebudayaan terhadap berbagai bioskop dan festival setempat. Secara simultan, perhimpunan pembuat film negara itu, SRF, merilis sebuah pernyataan yang mengecam pemotongan berbagai subsidi kepada berbagai gedung kesenian dan menyerukan dukungan lebih besar lagi dari pemerintah. Prancis selama bertahun-tahun menganggap produk budaya berbeda dengan produk lainnya dan karena itu harus diproteksi, suatu kebijakan yang dikenal sebagai pengecualian kebudayaan. Berdasarkan sistem tersebut, negara memberikan pendanaan kepada berbagai film dan menetap kuota atas tayangan bukan Prancis di televisi nasional. Keuntungan dari seluruh hasil penjualan tiket didaur-ulang untuk membiayai film-film baru. Hasilnya adalah industri film yang sehat, dengan jumlah produksi mencapai tiga besar global setelah AS dan India. Prancis adalah satu-satunya negara Eropa, di mana pangsa pasar film asing hanya mencapai kurang dari 50 persen. Jadi prestasi tiga Oscar pada hari Minggu dielu-elukan sebagai saat "bersejarah" di Prancis. Potensi komersial Selain penghargaan aktris terbaik lewat Cotillard, film tentang Piaf "La Vie en Rose" juga meraih penghargaan Oscar untuk make-up terbaik, sedangkan "The Mozart of the Pick-Pockets" membawa pulang penghargaan film pendek terbaik. Cotillard, seorang warga Paris berusia 32 tahun, merupakan wanita kedua yang sukses meraih Oscar dari kalangan bukan penutur Bahasa Inggris setelah legenda Italia Sophia Loren, yang memenangi gelar aktris terbaik pada 1962. Dia juga penduduk Prancis kedua dalam sejarah yang berhasil membawa pulang Academy Award menyusul kemenangan Simone Signoret pada 1960. "Bahasa Prancis bukan lagi rintangan yang tak dapat diatasi untuk penjualan internasional, terutama sekali di AS," ujar Veronique Cayla, yang memimpin pusat perfilman negara itu, CNC atau Pusat Perfilman Nasional. Produser film Piaf, Alain Goldman, yang film besutannya ini telah membukukan penjualan tiket sebanyak enam juta lembar di seluruh dunia, juga menekankan bahwa film Prancis memiliki masa depan komersial. Penghargaan film yang berlimpah atas film ini, yakni dua Oscar, sebuah Golden Globe, empat BAFTA Inggris dan lima Cesars Prancis. adalah bukti "kemungkinan dapat seiring dan sejalannya film seni dan film komersial" di sebuah negara yang sering menganggap kedua kategori berbeda," kata Goldman kepada AFP. Kepala Unifrance, badan film ekspor negara itu, Margaret Menegoz, juga mengemukakan ketiga Oscar tersebut menjadi bukti "film-film Prancis bukan film untuk kaum elite saja." (*)

Copyright © ANTARA 2008