Tanjungpinang (ANTARA News) - Mas Slamet Bin Kastari atau Selamat bin Kastari (45), tersangka teroris yang kabur dari pusat penahanan di Jalan Whitley, Singapura, pernah menyamar menjadi pedagang air tahu keliling di Kabupaten Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepri, sebelum hijrah ke ibukota Provinsi Kepri, Tanjungpinang. "Dia (Mas Slamet) diburu Mabes Polri karena disangka sebagai bagian dari jaringan teroris pada tahun 2003," kata salah seorang anggota Polres Kota Tanjungpinang, kepada ANTARA, Jumat. Polisi tersebut mengaku sebagai salah seorang petugas yang dilibatkan untuk menangkap Mas Slamet. "Tersangka selalu berpindah-pindah tempat. Merasa tidak nyaman di Karimun, tersangka bersama istri dan empat anaknya kabur ke Tanjungpinang," ujarnya. Sejak dari Tanjung Balai Karimun hingga sampai di Tanjungpinang, tersangka sudah dibuntuti polisi. Untuk menangkap tersangka, kepolisian Tanjungpinang melakukan penyamaran. Ada yang menyamar sebagai tukang ojek dan supir angkot. Dari pelabuhan, Mas Slamet menggunakan jasa tukang ojek (polisi yang sedang menyamar) menuju ke sebuah daerah di KM 10. "Kasat Reskrim saat itu juga menyamar jadi tukang ojek di Pelabuhan Sri Bintan Pura," ungkapnya. Ternyata naluri Mas Slamet cukup tinggi. Sampai di KM 10, tersangka kembali ke pelabuhan dengan menggunakan jasa oplet. Petugas Polri ini mengatakan, tersangka bersama keluarganya diamankan polisi ketika berada di dalam oplet di Jalan Kamboja yang jaraknya hanya sekitar satu km dari Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang. Peristiwa itu terjadi pada 2003. Selama lima hari tersangka bersama istrinya diperiksa di Satreskrim Polres Kota Tanjungpinang (masih di bawah Polda Riau). Tersangka dijerat memiliki dokumen paspor yang dipalsukan. "Anak-anaknya masih kecil," katanya. Kemudian kasus tersangka dilimpahkan ke Polda Riau. Istri dan keempat anaknya dideportasi ke Singapura, sedangkan tersangka baru dibebaskan pada 2006. "Mas Slamet dideportasi ke Singapura setelah menjalani hukuman," katanya. Kepolisian Singapura Dari Batam dilaporkan, Kepolisian Singapura meminta Polda Kepri memperketat penjagaan di berbagai pelabuhan terkait kaburnya Mas Slamet Bin Kastari, tersangka terorisme, dari pusat penahanan di Jalan Whitley, Singapura, Rabu pukul 16.05. "Pihak Singapura sudah menghubungi kami dan meminta penjagaan agar teroris itu tidak lari ke Indonesia," kata Kepala Polda Kepri, Brigjen Pol Sutarman, di Batam. Slamet Kastari, warga negara Singapura, terkait jaringan Jamaah Islamiyah (JI), dan didakwa terlibat dalam perencanaan pembajakan pesawat dari Bangkok, Thailand, ke Singapura, sekitar lima tahun lalu. Kapolda mengatakan koordinasi dengan kepolisian Singapura sudah dilakukan. "Mereka juga sudah mengirimkan 'red notice'(pemberitahuan merah/surat minta perhatian, red)," katanya. Menurut Sutarman, Slamet sangat mengenal seluk beluk Indonesia karena pernah menetap di Riau dan Jawa. "Dia sangat tahu bagaimana cara-cara masuk ke Indonesia (secara ilegal)," katanya. Kapolda mengatakan kepolisian meminta masyarakat untuk lebih mewaspadai kemungkinan kehadiran Slamet di pelabuhan-pelabuhan rakyat (tidak resmi) yang tersebar di berbagai penjuru Kepri. "Kepolisian tidak akan mampu menjaga seluruh pelabuhan," katanya. Jumat, direncanakan Kapolda mengunjungi beberapa pulau untuk menginformasikan dan meminta masyarakat waspada. "Kalau Slamet bisa sampai di Indonesia dan melakukan terorisme di sini, perekonomian kita bisa kacau," katanya. Selain sempat menetap di Riau, Slamet juga pernah didakwa atas tuduhan kepemilikan KTP palsu. Saat berita ini diturunkan, Kapolda mengadakan pertemuan tertutup dengan Atase Pertahanan Singapura. Kepolisian Singapura kini melakukan pencarian besar-besaran untuk menangkap kembali Mas Slamet Bin Kastari. Menurut Chanel News Asia, Selamat Bin Kastari (di media Indonesia ditulis Mas Slamet Bin Kastari) pernah ditangkap kepolisian Indonesia karena menggunakan kartu identitas palsu. Berdasarkan penyelidikan, katanya, tim elite antiteror Polri menemukan bahwa Selamat adalah pemimpin jaringan teroris JI di Singapura. Selamat dideportasi ke Singapura tahun 2006. Ia yang kini berusia 45 tahun dan mempunyai empat anak, disebut-sebut terlibat dalam perencanaan penyerangan terhadap fasilitas asing dan lokal di Singapura. Sasaran kelompok Slamet meliputi Kedubes Amerika Serikat, Klub Amerika, dan Kantor Pusat Departemen Pertahanan Singapura di Bukit Gombak serta Gedung Kementerian Pendidikan di North Buona Vista Drive. Slamet melarikan diri dari Singapura Desember 2001 setelah aparat keamananan negerinya melancarkan operasi terhadap organisasi terorisme. Aparat Singapura mengindikasikan Selamat Kastari berencana menubrukkan tujuh truk berisi bom ke beberapa sasaran di Singapura. Hasil penyelidikan juga menunjukkan Slamet adalah otak pelaku perencanaan pembajakan pesawat terbang yang akan ditubrukkan di Bandara Changi. (*)

Copyright © ANTARA 2008