Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan, dihentikannya penyelidikan kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) merupakan bukti hukum di Indonesia melempem jika berhadapan dengan uang dalam jumlah besar. "Dihentikannya kasus BLBI menunjukkan bahwa hukum di Indonesia tidak pernah mampu menghadapi uang besar semacam BLBI dan lain-lainnya," kata Hasyim, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu. Menurut Hasyim, hukum di Indonesia baru bertaring ketika yang dihadapi adalah kasus yang melibatkan uang dalam jumlah yang tidak terlalu besar atau disebutnya "uang tengahan" dan uang dalam jumlah kecil. Hal itu disebabkan kait-mengait dan terajutnya hubungan penguasa dan pengusaha yang telah berjalan intensif selama berpuluh-puluh tahun. Dalam hubungan penguasa-pengusaha, kata Hasyim, posisi pengusaha selalu di atas karena penguasa terbatas waktu jabatan serta bisanya menjual fasilitas dan wewenang. Sementara itu tidak mungkin ada birokrasi yang sama sekali terputus dengan masa lalunya. Oleh karena itu, menurut Hasyim, penghentian kasus BLBI bukan merupakan peristiwa yang mengejutkan. "Untuk BLBI hanya ada dua pilihan yaitu tindakan drastis spektakuler atau aparat mengerek bendera putih (menyerah). Sekarang ini yang terjadi yang kedua," katanya. Menurut Hasyim, kondisi yang sama juga dihadapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Oleh karenanya, sambung Hasyim, KPK jangan pernah merasa mampu memberantas korupsi di Indonesia. "Jauh panggang dari api. Namun kalau menangkap beberapa koruptor 'apes' memang bisa," katanya. Sebelumnya, Jumat (29/2), Jampidsus Kemas Yahya Rahman mengumumkan kepada pers bahwa Tim 35 Kejagung memutuskan menghentikan penyelidikan kasus BLBI I dan II dan tim dibubarkan. Dikatakannya, tim tidak menemukan adanya tindak pidana korupsi dalam penyerahan aset Anthony Salim (BLBI I) dan Syamsul Nursalim (BLBI II). Seluruh obligor BLBI I dan II telah menyelesaikan kewajibannya. (*)

Copyright © ANTARA 2008