Jakarta (ANTARA News) - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan, temuan sementara terhadap insiden serius pada kasus mobil menabrak pesawat Garuda di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali adalah kesalahan prosedur. "Prosedur di sini, terutama oleh pengemudi dua mobil dan menabrak bodi pesawat Garuda saat di apron," kata Ketua KNKT, Tatang Kurniadi, saat dihubungi di Jakarta, Minggu. Menteri Perhubungan, Jusman Syafii Djamal, sebelumnya telah memerintahkan KNKT untuk melakukan investigasi atas kasus tersebut pada Sabtu (1/3). Kasus itu sendiri oleh Jusman telah dikategorikan sebagai insiden serius karena itu perlu diinvestigasi. Menurut Tatang, secara prosedur Bandara Ngurah Rai telah memiliki aturan tertulis dan sangat detil terkait operasi bandara, termasuk untuk mobil operasional katering dan sarana pendukung pendaratan (ground handling support). "Dan, pada ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), masalah itu termasuk dalam prosedur keselamatan di darat (landside)," kata Tatang. Oleh karena itu, pihak Bandara Ngurah Rai telah mengambil tindakan pembinaan kepada dua pengemudi tersebut. "Kedua Surat Izin Mengemudi atas dua pengemudi itu sudah dicabut dan untuk sementara dipindahkan ke tempat lain di bandara. Selanjutnya bisa diuji kembali," katanya. Untuk kejadian tanggal 25 Februari 2008, kata Tatang, pihak pengelola bandara sangat berhati-hati dan telah memberikan izin terbang kepada pesawat Garuda itu untuk diperbaiki di PT GMF AeroAsia di Jakarta. "Tergores 80 cm di pesawat Garuda itu, harus diperbaiki di GMF. Setelah diteliti dan diuji diizinkan terbang kosong ke Jakarta," katanya. Sedangkan kejadian tanggal 27 Februari 2008 tidak memerlukan penanganan serius dan pesawat saat itu sudah dapat terbang kembali. Ditanya mengapa dua kejadian tersebut menimpa dua pesawat dari maskapai yang sama, Tatang memperkirakan, mungkin karena letak parkirnya di paling ujung, sementara itu mobil pendukung sering terhalang oleh penumpang yang baru turun dari pesawat. "Buktinya, sang pengemudi pada kejadian tanggal 27 Februari itu, mengaku, sepatunya licin dan ketika menginjak pedal gas, kelebihan, sehingga `nylonong`," kata Tatang. Berdasarkan kenyataan itu, lanjut Tatang, pihaknya menyarankan agar ke depan, mobil pendukung untuk operasional pesawat memiliki mekanisme hitung mundur sehingga benar-benar pas waktunya. "Sebab kalau mereka terlambat, pesawat juga bisa delay," katanya. Tatang menilai, kejadian tersebut sebetulnya sangat diluar dugaan dan semua pihak tidak menduga. "Jadi, upaya pemerintah ini hanya untuk menjaga dampak psikologis saja. "Sebab, masa-masa sekarang ini, hal-hal kecil tidak boleh dianggap enteng. Pesannya adalah pemerintah serius sekali soal `safety`. Apalagi, di tengah upaya saat ini, Indonesia masih menjadi sorotan internasional karena pelarangan terbang oleh Uni Eropa," katanya. Sebelumnya pada Senin (25/2), mobil katering PT Aerowisata Catering Service di Bandara Ngurah Rai menabrak pesawat Garuda tujuan Denpasar-Jakarta. Pesawat yang baru mendarat dari Singapura itu mengalami kerusakan dan tergores sepanjang 80 cm akibat tertabrak sehingga harus mengalihkan seluruh penumpangnya ke pesawat lain. Ternyata, pada Rabu (27/2), mobil bagasi PT Gapura Angkasa menabrak pesawat Garuda GA-401 rute Denpasar-Jakarta, tetapi pesawat bisa langsung diterbangkan melayani rute lainnya. Kedua mobil tersebut merupakan milik anak perusahaan Garuda. Menurut Jusman, pesawat udara di sebuah bandara sebenarnya harus terisolir dan karena itu tak boleh didekati orang tak dikenal atau tanpa identitas, termasuk barang berbahaya. "Ini prosedur keselamatan secara internasional," katanya. Untuk itu, Jusman meminta pihak terkait di bandara untuk bekerja sama dengan baik. "Pihak Administrator Bandara (Adbandara) sebagai wakil pemerintah atau regulator harus lebih tegas lagi dan mengetatkan pengawasan secara intensif," katanya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008