Teheran (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai tidak ada risiko bagi Indonesia terkait kunjungannya ke Iran, meski Dewan Keamanan PBB baru saja mengesahkan resolusi 1803 mengenai penguatan sanksi atas program nuklir negara yang berada di kawasan Teluk Persia itu. "Ini bukan era perang dingin di mana ada blok-blok tertentu," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada wartawan Indonesia dalam sesi jumpa pers di Istana Saad Abad, Teheran, Selasa malam. Kepala Negara menjelaskan bahwa era saat ini adalah era bebas sehingga Indonesia sebagai negara berdaulat pun dapat dengan bebas menjalankan politik luar negerinya yang bebas aktif. "Kalau saya mengunjungi Iran bukan berarti kemudian menabuh genderang perang dengan AS," katanya. Demikian juga, lanjut dia, jika saya melakukan kunjungan ke AS atau sebaliknya. Menurut Kepala Negara, ketika dua negara bersahabat baik maka wajar jika ada perbedaan pendapat. Kerjasama, lanjut dia, juga tidak boleh kemudian putus gara-gara berbeda pendapat. Oleh karena itu, kata Presiden, Indonesia tidak perlu kemudian merasa was-was dengan adanya lawatan ke Iran itu. "Kita menjalin kerjasama dengan berbagai pihak," ujarnya seraya menambahkan bahwa Indonesia tidak memposisikan diri sebagai anggota suatu pakta tertentu. DK PBB telah mensahkan resolusi yang memperberat sanksi untuk Iran dalam masalah program pengayaan uranium dan pembangunan reaktor nuklir di negara itu. Sanksi yang didukung oleh seluruh anggota DK-PBB, kecuali Indonesia yang memilih bersikap abstain itu meliputi pembatasan bepergian dan larangan bagi pejabat lain Iran, perluasan pembekuan aset, larangan barang yang lebih dari satu manfaat, kredit eksport, pemantauan keuangan, pemeriksaan barang atas pesawat dan kapal. Setelah mengunjungi Iran, Presiden Yudhoyono dijadwalkan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Konferensi Islam (KTT OKI) di Senegal, selama tiga hari mulai 12 Maret 2008 hingga 15 Maret 2008.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008