Jakarta (ANTARA News) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Kusmayanto Kadiman, menyatakan bahwa heran ada pihak-pihak yang memaksa rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dihentikan, padahal soal PLTN sudah diatur dalam Undang-Undang (UU). "Kami tidak mengerti mengapa PLTN tidak boleh dibangun, padahal itu adalah amanah undang-undang. Jelas disebutkan itu (PLTN), sehingga kalau tidak dilaksanakan pemerintah bisa kena impeachment (pemakzulan -red)," kata Kusmayanto di sela Diskusi Interaktif "Globalization - Opportunities for Innovation" di Jakarta, Kamis. Yang ia lebih heran, ada anggota DPR yang marah-marah atas rencana pembangunan PLTN dan lupa bahwa UU itu disusun oleh eksekutif bersama legislatif. UU yang mengamanahkan pembangunan PLTN adalah UU Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. UU tersebut menyebutkan PLTN menjadi energi alternatif yang harus dibangun untuk mencukupi kebutuhan energi nasional di masa datang. Selain itu ada juga Perpres no 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Sementara itu, Pakar Nuklir dari Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL), Dr Mohammad Ridwan, mengatakan bahwa isu negara-negara maju mulai mematikan (shutdown) PLTN-PLTN-nya adalah isu salah kaprah. "Memang sudah ada sekitar 60 PLTN di dunia dimatikan, tetapi bukan karena faktor keselamatan. PLTN-PLTN ini sudah tua dan dayanya kecil, sudah tidak ekonomis lagi," katanya. Ia mencontohkan, Prancis yang mematikan 11 reaktornya yang berdaya 43 MW - 500 MW dan karena usianya yang sudah di atas 20 tahun. Jerman, ujarnya, juga mematikan lima reaktornya yang buatan Uni Soviet ketika Jerman Barat dan Jerman Timur bergabung kembali dan mematikan satu PLTN berdaya 1.219 MW di Mulheim-Kaerlich pada usianya yang baru 13 bulan karena terletak pada struktur patahan. Sedangkan Inggris mematikan 10 PLTN berusia 18?26 tahun. "Sehingga, total selama 20 tahun sejak kecelakaan Chernobyl di Eropa telah dimatikan 38 PLTN tua dengan daya kecil dan tidak ekonomis, kemudian dibangun dan dioperasikan 21 PLTN baru dengan daya besar," katanya. Demikian pula di AS, 18 PLTN dimatikan karena daya kecil dan tua, namun untuk memenuhi kebutuhan lisriknya 26 PLTN baru dibangun dan dioperasikan, ujarnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008