Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI, Ginanjar Kartasasmita, di Jakarta, Kamis malam, mempertanyakan di mana posisi dan ke arah mana lembaga negara ini dalam sistem ketatanegaraan ke depan. "Kalau lembaga negara ini dibubarkan, tetap harus melalui amandemen atas Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Dan jika dipertahankan, kita telah mengeluarkan biaya yang begitu besar, baik dari sisi politik maupun ekonomi dengan kehadiran lembaga negara ini, tetapi hasilnya belum maksimal, karena kendala-kendala sistem tertentu," katanya. Berbicara pada diskusi "Sistem Ketatanegaraan Indonesia untuk Penguatan Demokrasi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat", Ginanjar Kartasasmita berpendapat, seyogianya ada keseimbangan di antara tiap lembaga negara dalam mengisi sistem yang ada. "Kalau tidak demikian, sayang sekali sebuah lembaga negara seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang lahir karena amanat Undang Undang Dasar (UUD) 1945, tetapi tidak berfungsi sesuai kehendak rakyat yang hakiki," ujarnya memberi nuansa pada diskusi yang menampilkan sejumlah tokoh media cetak maupun elektronik serta Tim 9 Penyusun Isu=isu Strategis Perubahan UUD 1945. Tokoh pers yang hadir, antara lain Dahlan Iskan (Grup Jawa Pos), Ishadi SK (Trans TV), Ricky Rahmadi (Suara Karya), Kristanto Hartadi (Sinar Harapan), Heri Baso (Suara Pembaruan), wakil dari Indo Pos serta LKBN ANTARA. Sementara tim ahli penyusun usul perubahan UUD 1945, antara lain Denny Indrayana, Zaenal Arifin Muchtar, Marwan Mas, Irman Putra, Saldi Isra, yang merupakan para ahli hukum tata negara dari sejumlah perguruan tinggi negeri se-Indonesia. Dibiayai Rp1,5 Triliun Saat ini, menurutnya, ada tiga opsi mengenai keberadaan DPD RI. Pertama, katanya, dibubarkan saja, tetapi ini tetap harus via amandemen atas UUD 1945. "Kedua dipertahankan dan didiamkan seperti sekarang, tak berfungsi tetapi negara tetap harus membiayainya dengan Rp1,5 Triliun. Atau ketiga, `mending` diperkuat, yang berarti amandemen UUD juga," kata Ginanjar Kartasasmita. Sementara itu, tiga anggota DPD RI yang mendampingi Ginanjar pada Kamis malam tersebut, masing-masing Bambang Soeroso, Wahidin Ismail dan Mujib Imron, secara bergantian mengungkapkan posisi lembaga negara itu saat ini, serta bagaimana sebaiknya pengembangannya ke depan. "Kalau saat ini, kami seperti tidak ada kerja. Bayangkan saja, dari 125 produk legislasi kami, dan 10 rancangan undang-undang inisiatif, tak satu pun tembus ke DPR RI. Jadi konsiderans pun tidak," kata Wahidin Ismail. Karena itu, ketika para anggota DPD RI ini terjun ke daerah, ada tiga perasaan sekaligus. "Kami malu, khawatir dan sekaligus takut. Entah apa yang harus kami pertanggungjawabkan kepada konstituen, karena semuanya tak jelas ujungnya," ungkapnya. Sementara Mujib Imron mengungkapkan pula kekecewannya, dengan menunjuk hasil Pemilu 2004. "Saya didukung hampir 1,5 juta pemilih. Tetapi, eksistensi saya seperti tiada artinya dibanding anggota DPR RI dari wilayah yang sama dengan saya, tapi hanya didukung kurang dari 100 ribu pemilih," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008