Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib mengatakan, 38 dari 98 sampel susu formula bayi yang diperiksa keamanannya bebas dari cemaran bakteri sedangkan sisanya hingga kini masih dalam pemeriksaan di laboratorium. Di sela acara bedah buku "Saatnya Dunia Berubah" karya Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari di Jakarta, Sabtu, ia menjelaskan pemeriksaan mikrobiologi terhadap sampel-sampel susu formula itu akan memakan waktu sekitar satu bulan. "Tidak hanya enterobacter sakazakii, bakteri lain seperti salmonella, rigela dan E. coli juga diperiksa. Kalau sudah selesai nanti akan diumumkan hasilnya," katanya. Ia mengatakan, pemeriksaan itu dilakukan karena sebagian besar masyarakat, khususnya yang memiliki anak balita, resah setelah adanya pemberitaan mengenai hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) soal cemaran enterobacter sakazakii pada susu formula dan makanan bayi. "Saya tidak tahu mengapa ini sepertinya dibesar-besarkan, padahal di dunia selama 42 tahun hanya ada 48 kasus akibat bakteri ini. Di Indonesia, setelah saya tanya ke dokter anak dan ahli, sampai sekarang belum ada kejadian penyakit akibat enterobacter sakazakii. Pemeriksaan ini dilakukan lagi supaya masyarakat tahu informasi yang benar dan tidak resah lagi," katanya. Lebih lanjut ia menjelaskan, selama ini guna memastikan keamanan produk susu formula bayi yang dijual di pasaran pihaknya melakukan pengujian kualitas dan keamanan produk sebelum dan sesudah produk susu formula bayi itu dipasarkan. "Karena ini produk untuk bayi kami prioritaskan pemeriksaannya. Sebelum dipasarkan kami lihat bagaimana kadar protein dan zat gizinya serta ada tidak cemaran logam berat, mikroba, kapang, kamir dan yang lainnya. Itu menjadi syarat registrasi," katanya. Setelah produk susu formula tersebut dinyatakan memenuhi syarat kualitas dan keamanan serta di pasarkan, kata dia, BPOM juga melakukan sampling dan pemeriksaan kualitas dan keamanan produk yang sudah dipasarkan secara berkala sepanjang tahun. Ia menjelaskan pula bahwa meski hasil pemeriksaan kadar enterobacter sakazakii belum menjadi persyaratan dalam pengujian susu formula bayi dalam kode higienis produk makanan FAO-WHO (Codex Alimentarius), namun selama ini BPOM telah menjadikannya sebagai salah satu parameter pemeriksaan keamanan susu formula bayi. "Setelah ada rekomendasi the World Health Assembly (WHA) tahun 2005 setiap negara berinisiatif untuk menjadikannya sebagai salah satu parameter pemeriksaan, termasuk Indonesia," katanya. Husniah mengatakan, karena belum punya metode pemeriksaan enterobacter sakazakii pada susu formula sendiri BPOM menggunakan metode pemeriksaan standar yang digunakan FDA (Food and Drugs Administration, badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat-red). Enterobacter sakazakii adalah salah satu jenis bakteri pathogen baru pada makanan yang antara lain bisa menyebabkan diare dan diduga juga meningitis pada bayi baru lahir, khusus bayi yang lahir prematur dengan yang sistem kekebalan tubuhnya lemah. Karena dinilai membahayakan kesehatan bayi tahun 2004 pakar WHO dan FAO mengadakan pertemuan khusus untuk membahas kontaminasi enterobacter sakazakii pada susu formula bayi dan mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Tahun 2005, the World Health Assembly (WHA) juga mengadopsi resolusi yang isinya meminta WHO berkolaborasi dengan FAO membuat panduan internasional mengenai penyiapan, penyimpanan dan penanganan susu bubuk formula bayi. Menurut Husniah, sampai saat ini panduan pengujian enterobacter sakazakii dalam susu formula bayi sedang disusun oleh Komite Codex Allimentarius WHO-FAO. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008