Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan APBN akan menjadi tidak sehat jika anggaran belanja dalam APBN didominasi oleh belanja untuk subsidi. "Jumlah subsidi yang sangat besar akan memunculkan pertanyaan apakah postur seperti itu ideal. Kalau APBN kita didominasi oleh subsidi maka secara struktur APBN kita menjadi tidak sehat," kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin. Menurut dia, jika APBN didominasi oleh subsidi maka yang akan muncul adalah belanja yang tidak produktif tapi konsumtif. "Belanja subsidi biasanya juga tidak fleksibel untuk diturunkan karena kalau diturunkan akan sensitif sehingga pilihan policy dari pemerintah menjadi sangat terbatas," katanya. Menkeu mengajak semua pihak terutama yang memiliki hak budget, yaitu DPR dan DPD, untuk terus mengevaluasi penggunaan dana pemerintah yang sebenarnya selalu meningkat dari waktu ke waktu. "Belanja pemerintah tidak pernah turun jumlahnya, tapi selalu mengalami kenaikan, hanya alokasinya perlu diperbaiki. Apabila kenaikan subsidi melebihi kenaikan belanja untuk sektor-sektor yang sifatnya lebih produktif dan tujuannya untuk mengurangi kemiskinan, maka hal itu perlu mendapat perhatian," katanya. Menurut dia, pemerintah melakukan berbagai hal untuk menekan pembengkakan subsidi dalam APBN 2008 menyusul kenaikan harga minyak. Langkah itu antara lain pengurangan volume konsumsi BBM dari semula 39 juta KL pada APBN 2008 menjadi 35,5 juta kl. Langkah lainnya adalah konversi minyak tanah ke gas dengan volume tetap sebesar 2 juta kl selama 2008. "Sementara dari berbagai pihak mulai muncul suara untuk kenaikan harga BBM. Tentu kita akan membahas dengan DPR dan DPD pada minggu-minggu ini. DPR dan DPD kan yang punya hak budget," kata Menkeu. Sementara itu Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan, program penghematan BBM sebenarnya sudah dilakukan sejak 10 hingga 15 tahun yang lalu. Namun sayangnya program itu tidak berjalan dengan baik sehingga yang terjadi justru pemborosan BBM. Karena itu ketika harga minyak melangit seperti saat ini, program itu harus dilaksanakan secara serius. Belanja subsidi dalam RAPBNP 2008 mengalami kenaikan hingga mencapai lebih dari 200 persen atau sekitar 213,4 persen dari semula di APBN 2008 sebesar Rp97,9 triliun menjadi Rp208,6 triliun. Terdapat kenaikan belanja subsidi sebesar Rp110,7 triliun, yang terdiri dari subsidi energi sebesar Rp85,6 triliun dan subsidi non energi sebesar Rp25,1 triliun. Subsidi energi dalam APBN 2008 ditetapkan sebesar Rp75,6 triliun sementara dalam RAPBNP 2008 sebesar Rp161,2 triliun. Sementara subsidi non energi sebelumnya sebesar Rp22,3 triliun menjadi Rp47,4 triliun. Subsidi energi sebesar Rp161,2 triliun terdiri dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) melalui Pertamina sebesar Rp106,2 triliun (sebelumnya Rp45,8 triliun) dan subsidi listrik melalui PLN sebesar Rp55,0 triliun (sebelumnya Rp29,8 triliun). Sedangkan subsidi non energi sebesar Rp47,4 triliun terdiri dari subsidi pangan melalui Bulog berbentuk raskin sebesar Rp9,2 triliun (sebelumnya (Rp6,6 triliun), subsidi bahan baku kedelai Rp0,5 triliun (sebelumnya tak ada), dan subsidi pajak Rp25 triliun (sebelumnya Rp3,6 triliun). Subsidi pajak terdiri dari subsidi pajak dalam rangka program stabilisasi harga (PSH) Rp4,9 triliun dan subsidi pajak non PSH sebesar Rp20,1 triliun. Total belanja pemerintah pusat dalam RAPBNP 2008 mencapai Rp641,4 triliun atau meningkat Rp68 triliun dibanding APBN 2008 sebesar Rp573,4 triliun. Total belanja Rp641,4 triliun itu terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp272,1 trilium dan belanja non K/L sebesar Rp272,1 triliun. Belanja non K/L terdiri dari pembayaran bunga utang Rp94,2 triliun dan subsidi Rp208,6 triliun. Pembayaran bunga utang terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri Rp65,0 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri Rp29,1 triliun.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008