Mataram (ANTARA News) - Populasi ternak rusa (gervus spp) di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) makin berkurang karena aksi perburuan liar dan praktik perusakan kawasan hutan masih terjadi. "Meskipun jumlahnya tidak terdata secara jelas, namun ada kecenderungan pengurangan jumlah populasi rusa dari tahun ke tahun. Selain aksi perburuan liar yang masih terjadi, juga adanya pengrusakan kawasan hutan sehingga merusak habitat rusa," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB, Ir Asep Sugiharta, M.Sc, di Mataram, Senin. Sugiharta mengatakan, populasi rusa di hutan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) pun terancam punah karena aksi pembabatan hutan secara sepihak yang masih terus terjadi. Rusa (menjangan atau sambar) merupakan salah satu ternak mamalia yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. "Tentu saja kerusakan kawasan hutan itu mempengaruhi kelestarian rusa yang menjadikan kawasan hutan TNGR sebagai habitanya, apalagi pihak-pihak tertentu berupaya mendapatkan rusa itu untuk dikonsumsi atau diperdagangkan. Ia mengatakan, BKSDA NTB yang juga dilengkapi Polisi Kehutanan (Polhut) selaku aparat pengawas sekaligus Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) terus berupaya membendung laju pengurangan populasi rusa. "Salah satu upaya nyata yang sudah ditempuh yakni pemberian ijin penangkaran rusa kepada masyarakat yang gemar memelihara rusa, disertai kesepakatan dan kebijakan yang mengarah kepada upaya penyelamatan satwa mamalia itu," ujarnya. Menurut dia, izin penangkaran rusa hanya berlaku lima tahun dan akan dievaluasi pada tahun kelima. BKSDA NTB menerbitkan izin penangkaran rusa sejak tahun 2004 dan hingga kini sudah ada 30 unit penangkar rusa di Pulau Lombok dan Sumbawa. Jumlah rusa dalam setiap kawasan penangkaran rusa bervariasi sesuai kemauan pemegang izin. Sebagian hanya sepasang (jantan dan betina), ada yang terdiri dari tiga ekor jantan dan satu betina serta dua hingga tiga pasang. "Aktivitas penangkaran itu tetap terpantau dan 10 persen dari hasilnya harus diambil untuk dikembalikan ke habitatnya di kawasan hutan lindung. Maksudnya agar populasi rusa dapat dipertahankan hingga masa mendatang," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008