Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan penarikan perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) antara Bank Indonesia (BI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan BI. Ketua MK Jimly Asshiddiqie pada sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Selasa, membacakan penetapan pengabulan penarikan perkara tersebut. Sebelum membacakan penetapan, Jimly memastikan kepada kuasa hukum pemohon yang mewakili Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Aa Dani Saliswijaya, bahwa permohonan penarikan tersebut karena kesadaran sendiri dan tidak ada pemaksaan. "Meski permohonan penarikan ini telah dimusyawarahkan dan diterima oleh MK, tetapi perlu dicek apakah penarikan ini karena kesadaran kembali dan bukan karena pemaksaan," tutur Jimly. Aa Dani kemudian menjawab bahwa penarikan itu berdasarkan surat dari pemberi kuasa tertanggal 5 Maret 2008, yaitu Gubernur BI, bahwa permohonan perkara SKLN antara BI dan KPK agar ditarik kembali. Penarikan itu, menurut Aa Dani, semata karena pihak pemohon menyadari dan menerima saran-saran yang diberikan oleh hakim konstitusi dalam sidang pleno pemeriksaan pendahuluan perkara. Pemohon, lanjut dia, menyadari bahwa materi yang dipermasalahkan tidak sesuai diajukan dalam format perkara SKLN dan akan mengajukannya kembali dalam saluran yang pas, yaitu uji materiil UU. Dalam penetapannya, MK menyatakan bahwa dasar yang dikemukakan pemohon untuk menarik kembali perkara SKLN cukup beralasan dan karena itu dikabulkan. Sebagai konsekuensinya, MK menyatakan, pemohon tidak lagi dapat mengajukan perkara SKLN antara BI dan KPK. Sidang perkara SKLN antara BI dan KPK mulai digelar sejak 21 Februari 2008. Gubernur BI sebagai pemohon mempersoalkan pemanggilan dirinya oleh KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus aliran dana BI. UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur bahwa KPK dapat memanggil pejabat negara untuk dimintai keterangan dalam kasus korupsi tanpa ijin presiden. Namun, Burhanuddin berpegang pada pasal 49 UU No 3 Tahun 2004 tentang BI yang menyatakan bahwa pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan terhadap Gubernur BI yang diduga melakukan tindak pidana harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari presiden. Meski mengajukan perkara SKLN ke MK, namun Burhanuddin telah lebih dari dua kali memenuhi panggilan KPK. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008