Islamabad (ANTARA News) - Majelis Nasional Pakistan memilih wanita ketua parlemen pertamanya Rabu, seorang anggota Partai Rakyat Pakistan (PPP) pimpinan-mantan perdana menteri Benazir Bhutto yang dibunuh, yang memperoleh kemenangan dalam pemilihan bulan lalu. Fehmida Mirza, 51, seorang dokter medis dari keluarga politik berasal dari provinsi Sindh, mengalahkan dengan mudah calon dari partai penting yang mendukung Presiden Pervez Musharraf dengan 249 banding 70 suara, kata ketua parlemen yang akan mengakhiri masa tugas Chaudhry Amir Hussain. "Merupakan kegembiraan bagi saya bahwa majelis yang mulia ini telah memilih seorang ketua parlemen baru. Ia akan menjadi pejabat wanita pertama yang akan memimpin majelis," Hussain mengatakan sebelum melantik Mirza. "Tetaplah melihat pengalamannya, saya dapat mengatakan bahwa ia akan menjadi salah satu ketua parlemen terbaik," katanya. Suami Mirza adalah bekas anggota parlemen dari PPP dan teman dekat Asif Ali Zardari, duda Bhutto yang menjadi ketua-bersama partainya setelah ia (Bhutto) tewas dalam serangan bunuh diri 27 Desember. Mirza mengatakan pada wartawan sebelum pemilihan, ia senang dan rendah hati untuk menjadi ketua parlemen. "Adalah satu hal untuk duduk di oposisi tapi jabatan ini memikul tanggungjawab besar...saya merasakan tanggungjawab itu hari ini dan akan, Insya`allah, menimbulkan harapan," ia mengatakan. PPP memperoleh kursi terbanyak dalam pemilihan umum 18 Februari tapi tidak cukup untuk memerintah sendiri. Partai itu telah setuju untuk membentuk koalisi dengan partai mantan perdana menteri Nawaz Sharif, yang berada di tempat kedua, serta dua partai yang lebih kecil. Bekas partai berkuasa yang mendukung Musharraf yang tidak disukai tiba di tempat ketiga dalam pemilihan yang terlihat seperti referendum mengenai pemerintah Musharraf yang tidak populer. Musharraf, seorang sekutu penting Amerika Serikat dalam perangnya terhadap terorisme, sekarang menghadapi prospek pemenang pemilihan yang telah diundang untuk membentuk koalisi yang dapat merusaha untuk menggesernya dari kekuasaan, demikian Reuters.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008