Brisbane (ANTARA News) - Setelah memutuskan untuk tetap membeli 24 unit jet tempur canggih F/A-18F Super Hornet dari Amerika Serikat 17 Maret lalu, Australia ternyata juga berambisi untuk bisa membeli pesawat tempur super canggih F-22 Raptor. Keinginan kuat Australia untuk bisa membeli F-22 Raptor yang hingga kini belum diizinkan Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk dijual ke pasar alat utama sistem senjata (alutsista) dunia itu diberitakan media Australia, Minggu. Menteri Pertahanan Joel Fitzgibbon seperti dikutip ABC mengatakan ia tertarik untuk menjadikan F-22 Raptor sebagai opsi (pilihan) yang baik untuk mengantisipasi keterlambatan penerimaan pesawat segala matra F-35 Joint Strike Fighter (JSF). "Saya jauh lebih tertarik untuk melirik F-22 terlebih lagi ketika tidak satu pun dari kita saat ini tahu kapan F-35 akan diserahkan apakah tahun 2015 atau 2020?" katanya. Ambisi Australia untuk bisa memiliki jet tempur "F-22 Raptor" yang berteknologi siluman (stealth) itu sebelumnya juga pernah terungkap ke ranah publik, saat Menhan Joel Fitzgibbon bertemu Menhan AS Dr. Robert Gates dalam forum konsultatif para menteri pertahanan dan luar negeri kedua negara (AUSMIN) di Canberra, 23 Februari lalu. Dalam pertemuan yang juga diikuti Wakil Menlu John Negroponte mewakili Condoleezza Rice yang berhalangan hadir dan Menlu Australia Stephen Smith itu, Pemerintah Australia tidak hanya mempertimbangkan partisipasinya dalam program sistem pertahanan rudal AS, tetapi juga mendorong negara adidaya itu untuk mengizinkan penjualan jet tempur generasi baru "F-22 Raptor". Menhan Joel Fitzgibbon ketika itu mengatakan, Menhan Robert Gates sudah berjanji untuk melobi Kongres AS atas nama Australia guna mengamankan penjualan jet tempur super canggih itu kepada Australia. Sejauh ini, Pemerintah AS tidak menjual F-22 Raptor kepada negara manapun namun ABC mengatakan, sejumlah pakar pertahanan Australia yakin bahwa kemungkinan AS mau menjual versi modifikasi F-22 Raptor. Dalam forum konsultatif AUSMIN di Canberra 23 Februari lalu, Menhan AS Robert Gates telah menegaskan bahwa pihaknya tidak punya keberatan yang prinsipil terhadap keinginan Australia itu. Namun ia mengatakan, undang-undang Kongres Amerika melarang penjualan pesawat tempur tercanggih AS yang disebut situs "Air Power Australia" dapat dilengkapi bom pintar inersial/satelit GBU-32 JDAM itu ke negara asing, termasuk Australia. Hasrat besar Menhan Fitzgibbon terhadap pesawat tempur F-22 Raptor ini tidak terlepas dari pertimbangan kemampuan hebat pesawat yang kini dipakai Skuadron Tempur ke-27 Sayap Tempur Pertama Langley, Virginia, AS itu sehingga pas dengan isu peninjauan kembali kemampuan tempur udara Australia oleh kementeriannya. Pada mulanya, keinginan Menhan Fitzgibbon memasukkan F-22 Raptor ke dalam proses peninjauan kembali itu dimaksudkan sebagai satu opsi jika ada keputusan soal pembatalan kontrak pembelian pesawat tempur F/A-18F Super Hornet yang telah ditandatangani pemerintahan PM John Howard dengan AS. Namun masalah masa depan kontrak pembelian 24 unit F/A-18F Super Hornet itu sudah jelas setelah ada keputusan Menhan Joel Fitzgibbon mengenai hal ini pada 17 Maret lalu. Dalam pernyataan pers yang dikeluarkan Kementerian Pertahanan Australia hari itu, ia memberi dua alasan utama di balik keputusannya mempertahankan kontrak pembelian Super Hornet tersebut, yakni menghindari konsekuensi beban finansial atas pembatalan kontrak serta kemampuan Super Hornet yang dianggap tetap mampu meladeni ancaman apapun di kawasan Asia Pasifik. Keputusan mempertahankan kontrak pengadaan F/A-18F itu diambil Menhan Fitzgibbon bertalian dengan hasil evaluasi tim yang dibentuknya untuk meninjau kembali kemampuan pertahanan udara Australia. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008