Jakarta (ANTARA News) - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan pesawat Adam Air DHI 574 yang jatuh di perairan Sulawesi Selatan pada 1 Januari 2007 dipicu problem navigasi. "Hasil analisa CVR (Cockpit Voice Recorder) menunjukkan bahwa kedua pilot terlibat dan menghadapi problem navigasi, yakni IRS (inertial reference syatem) atau sistem panduan navigasi," kata Ketua KNKT, Tatang Kurniadi, kepada pers di Jakarta, Selasa. Pada peristiwa itu, 102 orang yang terdiri pilot dan co-pilot, empat awak kabin dan 96 penumpang tewas. Pesawat rute Surabaya-Manado dengan nomor register PK-KKW itu hilang dari pantauan radar pada ketinggian 35.000 kaki. Menurut Tatang, sekitar 13 menit terakhir sebelum jatuh menghunjam ke laut, kedua pilot juga tak memperhatikan peralatan pesawat lainnya, termasuk usaha untuk melakukan koreksi. "Ketika di ketinggian 35 ribu kaki dan kru memutuskan IRS Mode selector unit No-2 (kanan) ke posisi mode ATT (attitude), auto pilot jadi mati. Stir kemudi aeleron jadi netral ke tengah," katanya. Akibatnya, lanjut Tatang, pesawat secara perlahan berbelok (roll) ke kanan, sehingga terdengar peringatan sistem arah pesawat (bank angle) karena miring ke kanan hingga melewati 35 derajat. Bahkan, data Digital Flight Data Recorder (DFDR) sesudah pesawat mencapai bank angle hingga 100 derajat dan posisi hidung pesawat menukik, pilot tak juga mengubah arah pesawat. "Padahal, saat menukik, kecepatan pesawat mencapai 0,926 Mach dan daya grativitasi tekanan pesawat berubah dari positif 3,5 g menjadi negatif 2,8 g," katanya. Kecepatan dan tekanan grativitasi yang demikian itu, tegas Tatang, sudah melewati batas disain pesawat. "Secara teori, pesawat sudah kritis dan tak dapat dikendalikan," katanya. Menurut Dirjen Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan, Budhi Muliawan Suyitno, situasi pesawat bergetar hebat sehingga struktur kendali pesawat rusak. "Yang paling ringkih rusak adalah aeleron, rudder dan elevator. Dalam situasi ini, pesawat sudah tak bisa diselamatkan," kata Budhi. Pesawat rusak Pada kesempatan itu, KNKT juga mengemukakan temuannya bahwa technical log (laporan pilot) dan laporan perawatan pesawat, Oktober-Desember 2006, terjadi 154 kali kerusakan terkait dengan IRS sebelah kiri pada pesawat itu. Ketika hal itu ditanyakan kepada Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, bagaimana posisi dan peran pengawasan dari regulator, dia menolak memberikan penjelasan. "Silahkan, itu teknis dan tanyakan kepada Dirjen Perhubungan Udara," kata Jusman. Dirjen Perhubungan Udara, Budhi M. Suyitno, saat ditanyakan hal itu melontarkan pernyataan senada. "Itu, bukan jaman saya menjabat sebagai Dirjen Pehubungan Udara," katanya. Yang terpenting, tegasnya, setelah beberapa peristiwa itu, pemerintah sudah melakukan perbaikan signifikan, mulai dari pengawan yang ketat, audit rutin harian, ramp check hingga pemeringkatan setiap tiga bulan sekali. "Kami juga hendak menambah jumlah inspektur penerbang. Saat ini rasionya masih 1 : 4-5 pesawat. Artinya, ke depan, semakin banyak inspektur akan lebih baik," katanya. Total pesawat yang dioperasikan di Indonesia baik berjadwal maupun tak berjadwal sekitar 450 pesawat, sementara jumlah inspektur sekitar 120 saja. (*)

Copyright © ANTARA 2008